Setelah membentuk Depok Heritage Community (DHC) pada Tahun 2011, Ratu Farah Diba memulai petualangan menggali sejarah Depok dengan berburu arsip dan mewawancarai tokoh masyarakat setempat. Tinggi Rumah Cimanggis. Setelahnya, Farah Diba mulai memperjuangkan satu per satu situs sejarah yang pada akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya.
Laporan : Gerard Soeharly
RADARDEPOK.COM, Setelah melakukan penelusuran yang mendalam tentang sejarah Depok, Ratu Farah Diba mendapati bahwa Depok bukanlah negara sendiri. Pemerintahan Depok di jaman itu hanya sebatas pada Kaoem Depok yang berada di tanah Depok. Kawasan itu sekarang telah menjelma menjadi Kecamatan Pancoranmas.
Baca Juga: Mahasiswa Thailand Main ke Depok, Ini yang Dilakukan
Dulunya, kawasan itu dimiliki Cornelis Chastelein yang memerdekakan budaknya. Sebelum meninggal dunia, Chastelein sempat memberikan testament atau wasiat bahwa kemerdekaan budak itu akan dipimpin Jarong Van Bali. Saat masa gemeente itulah Kaoem Depok membentuk Gemeente Bestuur yang dipimpin Presiden dalam arti ketua.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Ikuti Rapat Monitoring dan Evaluasi Forum Kepatuhan Kota Depok Triwulan I 2023
Tahun 1913 hingga 1952, setidaknya ada lima Presiden yang dipilih setiap 3 tahun sekali. Presiden itu memimpin negara dalam negara. Contohnya, sebutan Presiden untuk Rektor atau Partai yang memiliki arti Ketua.
Baca Juga: Elektabilitas Erick Thohir Cawapres Melonjak, Unggul Dalam Polling Pengikut Twitter Iwan Fals
"Nah, demikian pula dengan Presiden Depok hanya memimpin kepada sekelompok orang atau masyarakat saja yang keturunan dari mantan pekerja Cornelis Chastelein," ungkap Ratu Farah Diba.
Ada banyak situs bersejarah yang tertinggal dari peradaban tersebut, salah satunya tiang telepon yang saat ini dapat dijumpai di Jalan Kartini Raya atau tepatnya di depan Kantor Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoranmas.
Baca Juga: Argentina Terima Tantangan Timnas Indonesia di FIFA Macth Day Karena Sosok Erick Thohir
Di awal perjuangnanya, Ratu Farah Diba dan kawan-kawan mulai melakukan aksi nyata. Stiker partai yang menempel pada tiang telepon itu perlahan mulai dikuliti satu per satu. Kemudian, mereka melakukan pengecatan ulang. Bahkan, warnanya tidak berubah dari aslinya.
Sebagai intelek, Ratu Farah Diba paham betul langkahnya itu terlindungi dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Untuk modal awal, dia dan kawan-kawan juga turut serta mengikuti seminar dan Bimtek untuk memperdalam kepahaman terhadap pelestarian.
Baca Juga: Rumah Kreatif Fadli Zon di Depok Raih Rekor MURI, Miliki Koleksi Budaya Nusantara Terbanyak
"Tahun 2013, kami melakukan pendataan dan membuat inventaris cagar budaya di Kota Depok yang kemudian kami sampaikan ke Disporasenbud waktu itu namanya belum menjadi Disporyata Depok," terang Ratu Farah Diba.
Artikel Terkait
Rumah Kreatif Fadli Zon di Depok Raih Rekor MURI, Miliki Koleksi Budaya Nusantara Terbanyak
Terdampak Cuaca Buruk, Pesawat Lion Air Rute Pekanbaru-Batam Sempat Gagal Mendarat
Penipuan Tiket Konser Coldplay, Polda Metro Jaya Tangkap 2 Orang di Sulsel
Hari Lahir Pancasila, 76 Napi Teroris Ikrar Setia Terhadap NKRI
Argentina Terima Tantangan Timnas Indonesia di FIFA Macth Day Karena Sosok Erick Thohir