RADARDEPOK.COM, DEPOK -- Guna mendukung peningkatan kualitas olahraga di Indonesia, Universitas Indonesia (UI) membuka Program Studi Magister Psikologi Olah Raga di Fakultas Psikologi (FPsi). Program studi ini dibuka untuk memberi insight terkait perkembangan terbaru psikologi olahraga, sekaligus mencetak para psikolog olah raga yang membantu atlet, pelatih, dan pengurus olah raga meningkatkan kinerja agar mencapai prestasi puncak.
Guru Besar FPsi UI, Prof. Dr. Mochamad Enoch Markum, menyebutkan bahwa dari 270 juta penduduk Indonesia, tentu ada orang yang kondisi fisiknya memenuhi kriteria untuk menjadi atlet nasional.
Baca Juga: Viral, Dian Sastro Ngajar di Kampus UI Depok, Mahasiswa: Hari Ini Jadwal Bimbingan
Akan tetapi, hal itu tidak bisa bertahan. Ilmu sport science atau ilmu keolahragaan, seperti nutrisi, sport medicine, psikologi olahraga, serta aturan yang mendukung diperlukan untuk menjaga kualitas para atlet.
“Atlet tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik, tetapi juga mental. Badan atlet sudah dipastikan sehat, memiliki nutrisi baik, serta memiliki tinggi dan berat badan ideal. Saat berlatih, atlet juga dapat menunjukkan penampilan yang baik. Namun, ada unsur persaingan dan harapan untuk menang ketika atlet bertanding. Itulah yang membebani mereka. Oleh karena itu, psikolog olahraga dibutuhkan untuk mengembangkan emosi positif para atlet agar performa mereka tidak terganggu,” ujar Prof. Enoch.
Menurutnya, atlet bukan berarti tidak boleh stres. Stres positif (eustress) tetap diperlukan agar atlet tidak menyepelekan lawan.
Baca Juga: 3.854 Peserta Ikuti UTBK-SNBT di Kampus UI Depok dan Salemba
Namun, stres yang berlebihan akan mengganggu kualitas atlet saat bertanding. Dalam memberikan motivasi kepada atlet, pihak terkait harus memperhatikan batasannya agar atlet tidak mengalami kejenuhan atau gangguan lainnya, seperti gangguan makan, gangguan tidur, bahkan demotivasi.
Terkait motivasi yang diberikan kepada atlet, Program Studi Magister Psikologi Olahraga membekali mahasiswa psikologi dengan empat ilmu, yaitu psikologi kepelatihan, psikofisiologis dan cedera olahraga, konseling dalam psikologi olahraga, serta psikologi kepribadian.
Mahasiswa juga mempelajari mata kuliah etika yang diperlukan dalam dunia olahraga. Lulusan dari program studi ini akan bergelar Magister Psikologi Olahraga dan bertugas mendampingi pelatih, atlet, juga organisasi olahraga.
Prof. Enoch menyebut bahwa kondisi psikolog olahraga saat ini tidak seperti dokter. Di setiap cabang olahraga, sudah dipastikan ada dokter yang bertugas menangani cedera fisik. Sementara itu, permasalahan mental belum diakui kepentingannya.
Padahal, kebutuhan psikolog olahraga sangat tinggi, mengingat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang ada di 37 daerah memiliki 72 cabang olahraga.
Banyak pelatih yang berasal dari atlet berprestasi berpandangan bahwa dulu ia bisa menjadi juara tanpa bantuan psikolog olahraga. Sikap seperti ini menurut Prof. Enoch tidak bisa dipertahankan karena atlet sekarang memiliki tantangan yang berbeda. Oleh karena itu, psikolog olahraga dibutuhkan karena ia tidak hanya menangani masalah, tetapi juga menggali potensi yang dimiliki atlet atau pelatih.
“Ketika atlet mengalami kekalahan, psikolog olahraga harus bisa menjaga rasa percaya diri sang atlet. Misalnya dari 10, ada 8 kesalahan dan 2 kebaikan. Kenapa kita tidak berfokus pada keunggulannya. Jika itu yang diangkat, kepercayaan diri akan muncul. Dalam hal ini, punishment terus-menerus tidak baik, pujian terus-menerus juga tidak baik. Reward dan punishment harus ditempatkan dengan sesuai,” kata Prof. Enoch. ***