RADARDEPOK.COM, DEPOK – Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Jabar, menindaklanjuti pembahasan lanjutan proyek TPPAS Legok Nangka, yang harus beroperasi paling lambat tahun 2023, untuk mengakomodir sampah di 6 Kabupaten/Kota di Bandung Raya.
Wakil Ketua pansus II DPRD Jabar, M. Faizin.mengungkapkan,Pansus II kini sedang menggodok dan menyususn Raperda TPPAS Regional Legok Nangka. Untuk itu, pihaknya perlu masukan dan pandangan dari pemerintah daerah se-Bandung Raya, karena dalam Raperda tppas legok nangka ini ada hak dan kewajiban bagi pemerintah daerah.
Dia menerangkan, tppas legok nangka seluas 82.5 ha, milik Pemprov Jawa Barat dan telah mengeluarkan dana Rp.125 Miliar, merupakan proyek pengelolaan sampah terpadu menggantikan TPA Sarimurti di Kabupaten Bandung Barat yang sudah dalam kondisi darurat.
“Kami meminta agar tppas legok nangka agar segera dioperasikan, karena sudah agak lama. Rencana TPPAS regional ini kan sesungguhnya sejak 2009, 11 tahun lebih belum terealisasi,” kata Faizin.
Dia mengungkapkan,pihaknya tengah fokus untuk segera mengoperasikan tppas legok nangka.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Jabar 8 (Kota Depok-Kota Bekasi) ini menguraikan,realisasi proyek ini sangat mendesak. Ini cukup rumit. Karena harus ada persetujuan antara 6 DPRD Kab/Kota terkait tipping fee (besaran pembayaran sampah per ton tiap Pemda/Pemkot ke TPPAS).
“Apalagi dengan komitmen kontrak 20 tahun. Kemudian juga mengenai bagaimana sampah ini bisa diolah menjadi listrik dan juga sumber energi, seperti briket dan lainnya yang kelak dibeli oleh industri,”papar Faizin.
Persoalan terkait tipping fee di tiap kabupaten/kota, di mana ada beberapa kabupaten/kota yang setuju dengan skemanya, dan ada yang belum setuju dengan besarannya.
“Kesepakatan awal, total Rp 380 ribu, hitungannya 30 persen provinsi dan 70 persen yang membuang sampah di sana. Beberapa daerah ada yang sudah sepakat dengan skema itu, tetapi ada beberapa daerah yang berharap ada negoisasi dan diturunkan agar tidak terlalu membebankan APBD mereka,” papar Faizin.
Dia mencontohkan, seperti di Kota Bandung pemasok sampah terbesar, karena hampir 800 ton per hari. Jika dikali Rp380 ribu per ton per hari, jika diakumulasi selama satu tahun hampir 30 persen APBD Kota Bandung.
“Mereka berharap ada ruang kompromi. Sesungguhnya ruang itu ada dan Insha Allah dalam waktu dekat, kami akan memanggil seluruh Kab/Kota untuk duduk bersama di 27 Mei, sementara saat ini kami masih keliling. Besok juga rencana, kami mau ke Sumedang dan Garut,” ujar Politikus PKB ini.
Dia mengungkapkan, besaran harga tersebut dipengaruhi oleh teknologi yang dipakai, jika untuk listrik asumsinya Rp380 ribu per ton, sementara menggunakan system RDF (Refuse-Derived Fuel yang dapat dijadikan briket), tipping fee Cuma Rp.125.000 per ton , jadi selisih cukup jauh.
“Seperti yang digunakan di TPPAS Nambo Kabupaten Bogor. Sekarang masih dalam proses pra kualifikasi pemerintah daerah untuk perusahaan mana yang sesuai dan memenuhi target teknologi tersebut,” kata Faizin.
Tadinya, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres)-nya fokus kepada tenaga listrik. Namun, perkembangan terakhir diubah untuk open teknologi, sehingga teknologi apapun yang bisa menyelesaikan permasalahan sampah dengan green teknologi akan diambil yang terbaik.
“Artinya tidak terlalu mahal dan membebankan keuangan daerah, tetapi juga bisa berkepanjangan,” katanya.
Sebab, jika TPA konvensional, kapasitasnya hanya untuk lima tahun. Sementara, dengan teknologi canggih, diharapkan bisa sampai 30 tahun.
“tppas legok nangka ini kan skema kerjasamanya KPBU (Kontrak Pemerintah dengan Badan Usaha), kerja sama pemerintah dengan badan usaha, jadi harus ada kesepemahaman-pemahaman itu,” bebernya.
Dia berharap agar tppas legok nangka bisa segera dioperasikan, karena seluruh daerah yang berkepentingan sudah menunggu sejak lama.
“Kami berharap dengan beroperasinya tppas legok nangka ini dapat mengurai permasalahan sampah di Bandung Raya,” pungkasnya. (ADV)Editor : ricky juliansyah