RADARDEPOK.COM – Saat Menyampaikan Pidato Kebangsaan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (16/09), Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut gerombolan pendengung atau pasukan buzzer telah menyerang partainya secara sistematis dan masif.
Hal ini diketahui AHY berdasarkan kajian dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dengan University of Amsterdam serta lembaga lainnya pada 2021 lalu.
“Hasil riset gabungan LP3ES dengan University of Amsterdam, dan sejumlah lembaga lainnya pada tahun 2021, mengungkap fakta; bagaimana pasukan cyber bayaran atau buzzer, menyerang Partai Demokrat secara sistematis dan masif. Melancarkan fitnah untuk membelokkan opini publik,” kata AHY
AHY menerangkan, para buzzer itu tak hanya menyerang Partai Demokrat, tetapi juga kepada mereka yang melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Karena itu, penguasa kini menggunakan instrumen hukum untuk melumpuhkan lawan politiknya.
“Kadang-kadang instrumen hukum digunakan untuk menjerat pihak-pihak yang kritis kepada penguasa. Ini tentu sebuah berita buruk dalam kehidupan politik dan demokrasi kita,” terangnya.
Menurut Putra sulung Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kini masyarakat menjadi ketakutan untuk meluapkan ekspresinya karena kerap dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau Undang-undang nomor 11 tahun 2008.
“Ketika saya mengunjungi Deli Serdang, Sumatera Utara, seorang mahasiswa mengejar saya, mengadu merasa ketakutan, terancam dijerat Undang-Undang ITE, karena menyampaikan kritik kepada pemerintah,” bebernya AHY.
Selain itu, hasil jajak pendapat lembaga survei Indikator Politik pada Februari 2022, menunjukkan bahwa 62,9 persen masyarakat, takut untuk menyatakan pendapat. Bahkan, kata AHY, rakyat semakin takut, karena perlindungan terhadap data pribadi masih sangat lemah.
“Demokrasi menghendaki adanya kepercayaan. Demokrasi tidak berjalan, jika orang yang berbeda pendapat, dianggap sebagai musuh. Apalagi menganggap mereka yang mengkritik pemerintah, sebagai musuh negara,” ungkap dia.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, sambung suami dari Annisa Larasati Pohan ini, salah satu pahlawan nasional Indonesia, Kiyai Haji Hasyim Asy’ari pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-11, 9 Juni 1936, mengatakan Jangan jadikan perbedaan pendapat sebagai sebab perpecahan dan permusuhan. Karena yang demikian itu merupakan kejahatan besar, yang bisa meruntuhkan bangunan masyarakat dan menutup pintu kebaikan.
“Untuk itu, Demokrat berpandangan, tidak seharusnya perbedaan pendapat, apalagi perbedaan identitas, menjadi sumber permusuhan dan perpecahan bangsa. Selain persoalan demokrasi, kita juga menghadapi masalah melemahnya penegakan hukum dan keadilan,” pungkas AHY. (cky)
Editor : Ricky Juliansyah