Oleh: Dr. H. Heri Solehudin Atmawidjaja*)
RADARDEPOK.COM -- “Bulan Ramadhan adalah bulan dimana didalamnya diturunkan Al-Qur’an untuk menjadi petunjuk bagi manusia dan menjelaskan petunjuk serta pembeda antara yang hak dan yang bathil” (Al Baqarah 185).
Ketika ada perdebatan tentang suatu kebenaran baik yang menyangkut masalah sosial, politik, ekonomi, hukum dan lain sebagainya maka kita senantiasa mendasarkan argumentasi kita pada ilmu pengetahuan.
Ketika kita ditanya darimana kita tahu bahwa ilmu pengetahuan itu benar, maka jawaban kita tentu karena ilmu pengetahuan tersebut disusun berdasarkan metodologi yang benar.
Baca Juga: Idris : Nuzulul Quran Momentum Berkarya
Ketika kita ditanya bagaimana kita tahu bahwa metodologi yang digunakan tersebut benar maka nalar ilmiah kita akan menjawab bahwa metodologi yang kita gunakan tersebut disusun berdasarkan paradigma yang benar.
Ketika kita ditanya darimana kita tahu bahwa paradigma yang digunakan tersebut benar? Maka nalar ilmiah kita akan menjelaskan bahwa paradigma yang kita gunakan adalah berdasarkan paradigma wahyu yang kebenarannya bersifat absolut.
Sebagai muslim yang percaya terhadap Al-Qur’an maka kita semua berkeyakinan bahwa kebenaran Al-Qur’an akan selalu dapat dibuktikan dalam setiap ruang dan waktu yang berdeda (Shohiihun likulli zaman wal makan).
Tersesat Karena Kekuasaan
Sebagai wahyu Alloh Al-Qur’an akan terjaga dan mutlak kebenarannya, karena itu Al-Qur’an menjadi dasar hukum utama dan sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan bagi umat Islam maka disebutkan juga bahwa Al-Qur’an menjadi pedoman hidup bagi umat Islam.
Al-Qur’an juga memberikan gambaran kepada kita karakter dan hakekat jalan yang lurus (hudan linnas) dalam mencapai terjal dan berlikunya kehidupan duniawi.
Tanpa memiliki pedoman maka kita tidak memiliki pemandu arah, tanpa pemandu arah maka sudah pasti jalan kita tersesat.
Hari ini jika kita renungkan terlalu banyak contoh orang-orang yang telah memiliki kekuasaan, kewenangan, memiliki karier yang bagus, punya jabatan mentereng tetapi tersesat justru karena kekuasaannya.
Ada Ferdi Sambo, ada Teddy Minahasa, ada Rafael Alun, Ada Prof. Karomani (Rektor Unila) dan banyak contoh yang lainnya, mereka memiliki kekuasaan yang besar akan tetapi tidak memiliki kompas pemandu arah dalam menjalankan kekuasaannya, maka dapat kita lihat hasilnya di akhir usianya menjadi pesakitan menghabiskan sisa hidupnya dipenjara dalam kasus Korupsi, Narkoba, Pembunuhan dan lain sebagainya.
Disinilah pentingnya menyampaikan pesan pengingat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai penuntun jalan dalam menjalankan kekuasaannya.