Sabtu, 10 Juni 2023

Bertambah Jadi 141 Anak Meninggal Gagal Ginjal Akut, Jokowi : Jangan Anggap Kecil, Ini Masalah Besar

- Selasa, 25 Oktober 2022 | 03:27 WIB
Presiden Jokowi memimpin rapat terkait gagal ginjal akut, di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, Senin (24/10). Foto: Humas Setkab FOR RADAR DEPOK
Presiden Jokowi memimpin rapat terkait gagal ginjal akut, di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, Senin (24/10). Foto: Humas Setkab FOR RADAR DEPOK

RADARDEPOK.COM – Ini jadi masalah besar. Sampai-sampai, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat internal terkait perkembangan kasus obat penyebab gagal ginjal dengan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (24/10). Dalam rapat tersebut, Jokowi menegaskan mengutamakan keselamatan masyarakat.

“Jangan menganggap ini masalah kecil. Ini adalah masalah besar,” ujar Presiden.

Menurut Jokowi, sudah memberikan instruksi kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, untuk menghentikan sementara peredaran obat yang diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal. Kebijakan tersebut diambil pemerintah sambil menunggu hasil investigasi yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) “Lakukan ini secara terbuka, transparan, tapi juga hati-hati dan objektif,” ucapnya.

https://www.youtube.com/watch?v=wHIrJT9F1NQ

Selain itu, Presiden juga meminta BPOM untuk menarik dan menghentikan peredaran obat sirup yang secara eviden terbukti mengandung bahan obat penyebab gangguan ginjal. “Saya kira akan lebih bagus lagi kalau diumumkan, diinformasikan secara luas mengenai nama produknya,” ungkap Presiden.

Lalu, Jokowi meminta Kementerian Kesehatan untuk melakukan eksplorasi terhadap seluruh faktor risiko penyebab kasus gagal ginjal. Baik dari sumber obat-obatan maupun potensi penyebab lainnya. “Ini harus kita pastikan betul. Uji klinis harus dilakukan. Laboratorium seluler pada organ ginjal yang terdampak juga betul-betul dilihat betul sehingga kita bisa memastikan apa yang menjadi penyebab dari gagal ginjal terutama pada anak,” ujarnya.

Terakhir, Presiden menginstruksikan jajarannya untuk menyiapkan pelayanan kesehatan termasuk pengadaan obat-obatan yang dapat mengatasi dan menangani masalah gagal ginjal di tanah air. “Saya minta diberikan pengobatan gratis kepada pasien-pasien yang dirawat. Saya kira ini penting sekali,” tegasnya.

Sementara, Menkes, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, hingga saat ini kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injuries (AKI) pada anak di tanah air, mencapai 245 kasus yang terjadi di 26 provinsi. 80 persen kasus terjadi di delapan provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara. “Fatality rate atau yang meninggal persentasenya dari jumlah kasus 245 ini cukup tinggi, yaitu 141 meninggal atau 57,6 persen,” kata Budi.

https://www.youtube.com/watch?v=RSuP49xmuC8&t=24s

Berdasarkan analisa toksikologi pasien, penyelidikan terhadap obat-obatan yang dikonsumsi pasien, serta referensi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menkes meyakini, sangat besar kemungkinan pasien yang menderita AKI terpapar senyawa kimia berbahaya dari obat sirup yang diminum. Sebelumnya, WHO pada 5 Oktober telah mengeluarkan peringatan atas empat obat sirup dengan kandungan etilen glikol di Gambia, yang dicurigai berkaitan dengan meninggalnya 66 anak dengan gagal ginjal akut.

“Jadi berdasarkan rilis dari WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biobsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan bahwa benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran atau impurities dari pelarut ini,” ujarnya.

Berdasarkan temuan tersebut, Kemenkes melakukan langkah konservatif dengan menerbitkan edaran yang meminta apotek, untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat. Kemenkes juga meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

“Sejak kita berhentikan, itu sudah kita amati penurunan yang drastis dari pasien baru masuk ke rumah sakit. Jadi kalau tadinya RSCM itu penuh, satu tempat tidur ICU anak itu bisa diisi dua atau tiga, sekarang penambahan barunya sejak kita larang itu turun drastis pasien barunya,” ujar Menkes.

https://www.youtube.com/watch?v=WRyyrE9tCq0&t=65s

Menkes menambahkan, pihaknya akan segera mengeluarkan daftar obat-obatan dalam bentuk cairan/sirup yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya, sesuai dengan pengujian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, Kemenkes juga memperbolehkan penggunaan obat dalam bentuk sirup untuk sejumlah penyakit kritis sesuai dengan resep dokter.

“Kita sudah bicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, ada beberapa obat-obatan memang yang sifatnya sirup tapi dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kritis, seperti epilepsi dan lain sebagainya. Ini kalau dilarang anaknya bisa menderita atau meninggal gara-gara penyakit yang lain. Sehingga dengan demikian untuk obat-obat sirup yang gunanya untuk menangani penyakit kritis itu kita perbolehkan tapi harus dengan resep dokter,” imbuhnya.

Terkait dengan pengobatan, pihaknya terus berupaya untuk mendatangkan obat Fomepizole untuk pasien gangguan ginjal akut. Kemenkes sudah menerima 20 vial dari Singapura, menunggu mungkin dari Australia akan masuk 16 lagi, either malam malam ini atau besok pagi. “Kita sedang proses untuk beli dari Amerika, mereka punya stok enggak terlampau banyak di sana, kita juga sekarang sedang dalam proses untuk beli dari Jepang, stoknya sekitar 2.000-an,” ucapnya.

Menkes menambahkan, pihaknya akan mempercepat kedatangan obat Fomepizole tersebut yang terbukti berdampak positif pada pasien gangguan ginjal akut. Dari 10 pasien yang diberikan obat ini tujuh sudah pulih kembali. Sehingga bisa disimpulkan bahwa obat ini memberikan dampak positif. “Kami akan percepat kedatangannya di Indonesia sehingga 245 yang masuk dan mungkin akan masih agak bertambah sedikit, itu kita bisa obati dengan baik,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengatakan, pihaknya akan berhati-hati dalam menguji dan sampling obat-obatan yang mengandung pelarut. Menurut Penny, hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.

“Tadi pesan Pak Presiden sangat jelas sekali untuk sangat berhati-hati. Jadi kami BPOM dalam menguji sampling dan menguji obat-obatan ini berhati-hati sekali,” ujar Penny.

Penny juga menyebut BPOM bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia akan menindaklanjuti dua industri farmasi yang diduga memproduksi obat-obatan yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) sangat tinggi.

“Dalam proses ini kami sudah mendapatkan dua industri farmasi yang akan kami tindak lanjuti menjadi pidana. Jadi Kedeputian IV, yaitu Kedeputian Bidang Penindakan dari BPOM sudah kami tugaskan untuk masuk ke industri farmasi tersebut, bekerja sama dengan kepolisian dalam hal ini dan akan segera melakukan penyidikan untuk menuju pada pidana,” tandas Penny.(set/JPC/rd)

Editor: Fahmi Akbar

Tags

Terkini

Anies Didesak Demokrat, Nasdem Geram

Jumat, 9 Juni 2023 | 08:15 WIB

Cabe-cabean di Depok Makin Pedas

Rabu, 7 Juni 2023 | 07:55 WIB

Harga Hewan Kurban di Depok Naik 15 Persen

Rabu, 7 Juni 2023 | 07:15 WIB
X