Minggu, 26 Maret 2023

Mimbar Jumat: Panggilan Kemuliaan

- Jumat, 3 Februari 2023 | 09:21 WIB

Oleh: K.H. A. Mahfudz Anwar (Ketua MUI Kota Depok)

RADARDEPOK.COM – Sering kita jumpai di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita kurang memperhatikan panggilan, antar sesama. Baik panggilan sesama warga masyarakat maupun panggilan di dalam struktur keluarga.

Misalnya saja seorang isteri memanggil suaminya hanya manggil nama saja. Misalnya nama suaminya Amat hanya dipanggil Amat saja. Tidak dipanggil Bang atau Mas atau A’a. Demikian juga jika struktur anak-anak ada adik dan kakak. Misalnya nama kakak lakinya bernama Ujang, adiknya manggil Ujang saja. Atau kakak perempuannya bernama Maryam, hanya dipanggil Maryam aja.

Padahal betapa indahnya jika seorang isteri memanggil suaminya tidak hanya nama saja, tapi panggilan yang lebih tua. Misal Mas Amat atau Kang (kakang) Amat. Begitu juga seorang adik memanggil kakak lakinya dengan panggilan Bang -misal Bang Ujang atau Mas Sugeng- atau Mas.

Kalau terhadap kakak perempuannya dengan panggilan mBak yu, atau Teteh atau empok dll. Misal namanya Juniati, dipanggil mBak Jun atau teteh Juni dsb.

Mengapa panggilan itu dianggap penting? Karena dalam ajaran Islam, panggilan itu bagian dari memuliakan seseorang. Dan setiap orang memiliki kemuliaan sesuai dengan kedudukannya masing-masing.

Rasulullah SAW pernah bersabda: “laisa minnaa man lam yarham shaghirona wayuwaqqir kabiirona: Tidak termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang yang lebih tua di antara kami.” H.R.Tirmidzi.

Begitu juga Rasulullah SAW dan para sahabatnya telah memberi contoh dengan panggilan yang memuliakan. Misalnya saja Rasulullah ketika memanggil A’isyah isterinya dengan panggilan sayang “Yaa Humairo’, artinya: Wahai Si kemerah-merahan (pipinya).

Dan sebaliknya A’isyah memanggil suaminya “Yaa Rasulallah” (Wahai Utusan Allah). Tidak pernah memanggil namanya saja, misal wahai Muhammad. Para Sahabat pun juga tidak ada yang berani memanggil “Wahai Muhammad”. Tapi mereka memanggilnya “Ya Rasulallah” atau “Yaa Nabiyallah”.

Adapun yang berani memanggil nama saja dengan panggilan “Wahai Muhammad” itu hanya orang kafir atau orang Baduwi (A’robi) yang belum masuk Islam. Atau saudaranya yang lebih tua, misal paman-pamannya Rasul.

Bahkan banyak dijumpai dalam beberapa riwayat Hadits, ketika dipanggil oleh Rasulullah SAW mereka menjawab dengan kata “Balaa yaa Rasulallah”, artinya iya, wahai Rasul.” Meskipun ada juga yang menjawab: na’am yaa Rasul.

Betapa sopannya para sahabat terhadap Rasulullah SAW yang sangat dimuliakan. Pada zaman Khalifah pun demikian, mereka memanggil Pemimpinnya (Khalifah) “Yaa Amiral Mukminin”, wahai Pemimpin orang-orang yang beriman.

Tradisi di masyarakat kita juga sudah banyak yang memanggil orang lain dengan panggilan yang memuliakan. Misal manggil Ketua RT dengan panggilan Pak RT atau Pak RW atau Pak Lurah. Mereka tidak lagi memanggil namanya saja ketika seseorang telah diangkat jadi Lurah atau RW atau RT.

Dalam struktur keluarga pun juga demikian, sudah banyak yang menempatkan panggilan menjadi bagian dari memuliakan orang lain. Bagian dari akhlakul kariemah (akhlak yang mulia), seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. (*)

Editor: Mohammad Agung

Tags

Terkini

X