RADARDEPOK.COM - Tekanan psikologis bisa disebabkan oleh berbagai situasi. Alasannya bisa karena masalah ekonomi hingga patah hati.
Dalam momentum Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia 2022 pada tanggal 10 September setiap tahunnya, Emotional Health for All Foundation (EHFA), sebuah yayasan kesehatan mental dan pencegahan bunuh diri berbasis riset menemukan bahwa bunuh diri merupakan salah satu isu penting kesehatan publik dunia yang mengakibatkan kematian orang muda terbanyak di berbagai negara.
EHFA menyebutkan bahwa 77 persen bunuh diri terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah seperti di Indonesia, di mana belum ada strategi nasional, sementara situasi riil bunuh diri masih belum banyak diketahui karena terbatasnya akses terhadap data statistik tersebut.
“Kami menganalisis data dari pemerintah, termasuk survei desa potensi, dan data kepolisian, di mana hasil dan rekomendasinya kami sampaikan pada kesempatan ini,” ujar Ketua EHFA Sandersan Onie dalam keterangan resmi baru-baru ini.
Hasil temuan menunjukkan bahwa masih banyak angka bunuh diri yang tidak dilaporkan di setiap negara, dan yang tercatat merupakan angka resmi vs angka perkiraan. Tingkat pelaporan yang kurang sebesar 50 persen menunjukkan bahwa perkiraan tingkat adalah 150 persen dari tingkat resmi. Sementara, rata-rata tingkat laporan yang tidak tercatat adalah antara 0-50 persen di dunia.
“Namun, ditemukan bahwa angka kejadian bunuh diri di Indonesia yang tidak dilaporkan diperkirakan lebih dari 300 persen atau angka sesungguhnya bisa minimal 4 kali lipat dari yang dilaporkan, dan hal ini merupakan prosentase tertinggi dari jumlah kejadian yang dilaporkan secara nasional di dunia,” ungkap Sandersan.
Lebih lanjut, Sandersan menjelaskan bahwa tingkat laporan yang tidak tercatat karena beragam alasan termasuk perbedaan standar dan sistem pencatatan bunuh diri di rumah sakit, sementara banyak keluarga masih menyembunyikan kejadian bunuh diri akibat rasa malu dan stigma masyarakat. Hasil riset menunjukkan bahwa provinsi dengan kejadian bunuh diri tertinggi ditemukan di Jawa Tengah, DI Jogjakarta, Bali, Maluku Utara dan Kepulauan Riau, sedangkan provinsi dengan tingkat upaya bunuh diri tertinggi ditemukan di Sulawesi Barat, Gorontalo, Bengkulu, Sulawesi Utara dan Kepulauan Riau.
Seseorang yang akhirnya meninggal karena bunuh diri, umumnya sudah melakukan upaya bunuh diri sebelumnya. Hal itu diakibatkan adanya tekanan psikologis.
“Untuk setiap kematian akibat bunuh diri, kemungkinan terdapat 8 hingga 24 kali upaya percobaan bunuh diri, dengan penyebab tertinggi diakibatkan oleh tekanan psikologis, penyakit kronis dan masalah keuangan,” jelas Sandersan.
Sandersan menuturkan bahwa faktor risiko bunuh diri termasuk masalah keluarga, masalah keuangan, dan kesepian. Meski demikian, terdapat sejumlah faktor protektif yang dapat mencegah terjadinya bunuh diri, meliputi komunitas, akses ke perawatan psikologis, serta agama.
Penelitian menemukan bahwa terdapat kelompok-kelompok independen yang juga berperan dalam beberapa upaya pencegahan bunuh diri, namun mayoritas upaya tersebut tidak maksimal, tidak terkoordinasi dan seringkali tidak didasarkan pada penelitian kontekstual yang baik.
Sandersan menyampaikan bahwa sebagai upaya pengembangan program Strategi Pencegahan Bunuh Diri Nasional, Tim Peneliti merekomendasikan sejumlah langkah.
Perlunya kebijakan nasional melalui kerjasama dengan institusi terkait; pengentasan moralisasi bunuh diri dari sisi agama; peningkatan penelitian akademis secara terlatih dan sistemik; pembentukan asosiasi lintas disiplin sebagai pengawasan upaya pencegahan bunuh diri; melakukan intervensi dengan pembatasan sarana bunuh diri; meningkatkan kesadaran dan pengetahuan akademis tentang bunuh diri sebagai upaya pencegahan bunuh diri berdasarkan situasi, kondisi dan kearifan lokal setempat. Rekomendasi ini dibuat berdasarkan temuan data yang baru.(JPC)