Jumat, 31 Maret 2023

Keliru Bayar Pajak, Ajukan Pemindahbukuan Saja

- Senin, 28 November 2022 | 18:54 WIB
ILUSTRASI : Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat. DOK.PRIBADI
ILUSTRASI : Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat. DOK.PRIBADI

RADARDEPOK.COM-Admin Pajak di PT Bahagia Selalu, Dewi, sebuah perusahaan importir sparepart sepeda motor, tiba-tiba berteriak histeris. Sejumlah uang yang seharusnya untuk setoran PPN Jasa Luar Negeri, malah disetor sebagai PPN Dalam Negeri. Terbayang di benak Dewi berbagai masalah yang akan dihadapiakibat kekeliruan tersebut.

Perkembangan dunia usaha yang cepat menuntut otoritas pemerintah di bidang perpajakan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak yang disingkat DJPagar selalu dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha. Sebagai contoh, pada tahun 2013 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu hanya tersedia Kode Jenis Pajak 411128-420 yang digunakan apabila penyetoran dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

Seiring dengan perkembangan dunia usaha ternyata terdapat kegiatan yang mengharuskan Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk bertransaksi dengan pihak lain yang mempunyai kewajiban untuk memotong PPh Final, sehingga DJP mengeluarkan Kode Jenis Pajak baru yaitu 411128-423 untuk mengakomodir jenis transaksi ini.

Penambahan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran paling anyar diumumkan oleh DJP melalui PENG-6/PJ.09/2022 tanggal 21 Maret 2022. Perubahan-perubahan yang relatif cepat tersebut menuntut adaptasi dari Wajib Pajak. Tidak jarang terjadi Wajib Pajak belum mengetahui penambahan atau perubahan Kode Akun Pajak tersebut sehingga potensi terjadinya kesalahan dalam pembuatan Kode Billing semakin besar.

Kesalahan ini dapat mengakibatkan Pajak yang seharusnya terutang tidak dapat dilaporkan sebagaimana mestinya. Definisi kode billing itu sendiri adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem Billing DJP atas suatu jenis pembayaran atau penyetoran Pajak. Kode Billing dibuat secara mandiri oleh Wajib Pajak sebagaimana implikasi dari sistem self assessment  perpajakan. Kode billing dapat disebut juga sebagai ID Billing.

Informasi pada pengisian kode billing adalah data perusahaan yang terdiri dari nama, NPWP dan alamat Perusahaan, Nomor Objek Pajak PBB,Jenis Pajak, Jenis setoran, Masa Pajak, Tahun Pajak, dan Jumlah setor. Masa berlaku ID billing tersebut satu bulan sejak Kode Billing dibuat.

Pepatah arab yang berbunyi “ Al Insanu makhallul khotho’ wa an nisyan, manusia itu tempatnya salah dan lupa”. Sanders & McCormick dalam bukunya yang berjudul Human Factors in Engineering and Design (1992 ) menulis bahwa “Human error is an inappropriate or undesirable human decision or behavior that reduces, or has the potential for reducing, effectiveness, safety, or system performance” yang jika diterjemahkan secara bebas menjadi “kesalahan manusia adalah tindakan atau perilaku manusia yang kurang sesuai atau tidak diinginkan sehingga menyebabkan penurunan efektivitas. Kesalahan pembuatan kode billing masih tetap terjadi walaupun intensitasnya berkurang.

Kesalahan-kesalahan yang bersifat administratif tersebut pada dasarnya sudah diantisipasi oleh DJP dengan memperkenankan Wajib Pajak melakukan permohonan pemindahbukuan. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak mendefenisikan pemindahbukuan adalah proses memindahbukukan penerimaan Pajak untuk dibukukan pada penerimaan Pajak yang sesuai.

Permohonan pemindahbukuan merupakan jenis permohonan terbanyak hampir di semua Kantor Pelayanan Pajak yang disingkat KPP. Sebagai ilustrasi, permohonan pemindahbukuan pada tahun 2021 di KPP tempat penulis bekerja mencapai angka 1.782 permohonan. Apabila dirata-ratakan maka  setiap bulannya terdapat hampir 150 permohonan pemindahbukuan. Jumlah ini pastinya membutuhkan sumber daya ekstra baik di sisi Wajib Pajak maupun petugas Pajak. Wajib Pajak harus mempersiapkan formulir.

permohonan berbentuk kertas ditambah lampiran-lampiran yang tidak sedikit, kemudian ditandatangani oleh pimpinan, dan yang terakhir harus disampaikan atau dikirim melalui pos. Semua ini membutuhkan alokasi biaya dan waktu. Belum lagi apabila permohonan ditolak atau dimintakan kelengkapan oleh pihak KPP, maka Wajib Pajak harus mengulangi seluruh rangkaian proses tersebut. Di pihak KPP juga membutuhkan proses yang tidak sederhana.

Dimulai dari pembuatan tanda terima permohonan, pembuatan uraian penelitian, pencetakan bukti pemindahbukuan atau surat penolakan, pengarsipan dokumen-dokumen tersebut sampai dengan pengiriman. Sungguh banyak tenaga dan waktu yang dialokasikan bagi kedua belah pihak yang sebenarnya dapat dialihkan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang lain.

Beberapa alasan dilakukannya proses pemindahbukuan diantaranya adalahadanya kesalahan dalam pengisian formulir Surat Setoran Pajak , kesalahan dalam pengisian data pembayaran Pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran Pajak secara elektronik, kesalahan perekaman Bukti Pemindahbukuan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak, pemecahan setoran, jumlah pembayaran  lebih besar daripada Pajak yang terutang,dan sebab lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.

Formulir permohonan pemindahbukuan dapat dilihat pada lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 242/PMK.03/2014. Formulir permohonan tersebut harus ditandatangani oleh pimpinan perusahaan dan dibubuhi stempel resmi perusahaan.Permohonan disampaikansecara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pembayaran diadministrasikan atau melalui pos/jasa pengiriman lain dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pembayaran diadministrasikan.

Proses pemindahbukuan akan dimulai setelah KPP menerima dokumen secara lengkap. Awalnyajangka waktu penyelesaian permohoan adalah 30 hari sejak permohonan diterima lengkap sebagaimana Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-378/PJ/2013 tentang Penetapan Standar Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak, namun sejak terbitnya Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-160/PJ/2022 tentang Standar Pelayanan Pajak di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, saat ini penyelesaian permohonan dipangkas menjadi hanya 21 hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Hal ini tentunya menjadi kabar gembira bagi Wajib Pajak yang membutuhkan penyelesaian permohonan pemindahbukuan lebih cepat.

Satu inovasi telah diluncurkan oleh DJP.Untuk mengakomodir kemudahan dalam penyampaian permohonan pemindahbukuan, saat ini Direktorat Jenderal Pajak sedang mengembangkan sistem permohonan Pemindahbukuan berupa e-Pbk . Wajib Pajak tidak harus menyampaikan permohonan pemimdahbukuan dengn cara manual namun dapat secara elektronik. Hanya dengan masuk ke akun Wajib Pajak di DJPOnline, Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan melalui akun tersebut.Uji coba implementasi e-Pbk saat ini masih terbatas pada 10 (sepuluh) Kantor Pelayanan Pajak yaitu KPP Pratama Tiga Raksa, KPP Pratama Semarang Barat, KPP Pratama Kebumen, KPP Pratama Jakarta Pluit, KPP Pratama Serpong, KPP Pratama Kosambi, KPP Bandung Cibeunying, KPP Surabaya Rungkut, KPP Pratama Gianyar dan KPP Pratama Tangerang Barat. (rd)

Penulis : Jemi Lastari, Penyuluh Pajak Ahli Muda, KPP Madya Jakarta Pusat

Editor: Febrina

Tags

Terkini

JNE Senyum Berkah di Ramadan 2023

Selasa, 28 Maret 2023 | 21:04 WIB

10 Fakta Menarik tentang Aurora yang Menakjubkan

Selasa, 28 Maret 2023 | 14:18 WIB
X