MELENGKAPI BERKAS : Warga saat melengkapi berkas yang diperlukan di ruangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pengadilan Agama Kelas 1 A, Grand Depok City, Kecamatan Cilodong. FOTO : AHMAD FACHRY/RADAR DEPOKRADARDEPOK.COM, DEPOK – Siang hari, Jumat (28/8), area dalam Pengadilan Agama Kelas IA Kota Depok lenggang. Ada sedikit aktvitas, namun tidak banyak. Tak seperti biasa, antusias masyarakat untuk bercerai sangat tinggi. Saat ini lebih sepi.
SI (27) duduk termenung sendiri di ujung bangku, ruang tunggu pengadilan. Ia ingin memohon pengajuan perceraian. Dirinya tak lagi kuat menjalani mahligai rumah tangga dengan suaminya.
“Saya mau gugat cerai suami saya, karena saya sering ribut,” katanya kepada Radar Depok.
Sebelum menjalani proses adminitrasi, lebih dulu dirinya mesti melwati prosedur kesehatan Covid-19. Cuci tangan dan memakai masker.
“Saya sempat diperiksa suhu tubuh dan cuci tangan. Pengunjung juga diwajibkan bermasker,” bebernya.
Memang, sejalan dengan perkembangan Covid-19 di Kota Depok, proses perceraian juga berpengaruh. Jumlah pemohon dibatasi. Ini dilakukan guna menghindari penularan virus berbahaya ini.
“Sehari hanya kami batasi 20 pendaftaran saja. Padahal yang mau mendaftar banyak. Tapi tidak bisa karena ada pembatasan,” ungkas Humas Pengadilan Agama Kota Depok, Dindin Syarief.
Ia menuturkan, sedari awal 2020 hingga saat ini, sebanyak 568 pasangan suami istri (Pasutri) resmi bercerai. Alasan paling banyak karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus. Itu sebanyak 408 pasangan. Disusul dengan faktor ekonomi sebanyak 99 kasus.
MELENGKAPI BERKAS : Warga saat melengkapi berkas yang diperlukan di ruangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pengadilan Agama Kelas 1 A, Grand Depok City, Kecamatan Cilodong. FOTO : AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK
“Paling banyak karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus sebanyak 408 kasus,” beber Dindin.
Selain itu, terdapat perceraian akibat meninggalkan salah satu pihak sebanyak 48 kasus, KDRT 4 kasus, murtad 3 kasus, kawin paksa 2 kasus, cacat badan 2 kasus, mabuk 1 kasus, dan dihukum penjara 1 kasus.
Jumlah tersebut tentu lebih sedikit jika dibandingkan pada 2019 lalu, yang mencapai 3.664 kasus. Jumlah paling tinggi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus sebanyak 2.861 kasus, disusul dengan meninggalkan salah satu pihak sebanyak 425 kasus. Lalu faktor ekonomi sebanyak 283 kasus. (rd/rub)Peceraian di Kota Depok Jumlah
- 568 pasutri (awal Januari sampai saat ini)
Penyebab
- Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus (408 kasus)
- Faktor ekonomi (99 kasus)
- Meninggalkan salah satu pihak (48 kasus)
- KDRT (4 kasus)
- Murtad (3 kasus)
- Kawin paksa (2 kasus)
- Cacat badan (2 kasus)
- Mabuk (1 kasus)
- Dihukum penjara (1 kasus)
MELENGKAPI BERKAS : Warga saat melengkapi berkas yang diperlukan di ruangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pengadilan Agama Kelas 1 A, Grand Depok City, Kecamatan Cilodong. FOTO : AHMAD FACHRY/RADAR DEPOKKasus di 2019
- 3.664 kasus perceraian
- Jumlah paling tinggi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus sebanyak (2.861 kasus)
- Meninggalkan salah satu pihak sebanyak (425 kasus)
- Faktor ekonomi (283 kasus)
Lain-lain
- Pandaftaran penceraian dibatasi 20 orang per hari
- Sebelum masuk gedung pengadilan wajib jalani protokol Covid-19
Jurnalis : RubiaktoEditor : Pebri Mulya