RADARDEPOK.COM, DEPOK - Rieke Diah Pitaloka resmi menyandang gelar doktor ilmu komunikasi dari Universitas Indonesia. Rieka menjalani sidang promosi doktor Ilmu Komunikasi di Auditorium Juwono Sudarsono kampus FISIP UI, Rabu (25/5).
Rieke meraih gelar doktor tersebut dalam waktu cepat tanpa cuti dengan predikat nilai cumlaude. Masa studi ditempuh dalam waktu dua tahun delapan bulan dua hari. Rieke Diah Pitaloka merupakan doktor bidang Ilmu Komunikasi FISIP UI ke-124, dan doktor perempuan ke-63.
Untuk meraih gelar tersebut, anggota Komisi IV DPR RI itu, menulis disertasi berjudul ‘Kebijakan Rekolonialisasi: Kekerasan Simbolik Negara Melalui Pendataan Perdesaan’.
“Disertasi ini merupakan deskripsi, analisis dan interpretasi atas perbandingan dua jenis data, yaitu data perdesaan yang direproduksi institusi negara dengan pendekatan top down dan data yang diproduksi warga dengan pendekatan bottom up,” ujar Rieke kepada Radar Depok.
Pesinetron yang sempat melejit namanya atas peran Oneng dalam Bajaj Bajuri ini menuturkan, temuan penelitian memperlihatkan bahwa data yang direproduksi negara tidak mengintegrasikan antara data spasial dan numerik. Akibatnya, dikatakan Rieke, data tersebut sulit dikonfirmasi, diverifikasi dan divalidasi.
Lanjutnya, hal tersebut menyebabkan kualitas data negara tidak memenuhi prinsip-prinsip data yang aktual, akurat dan relevan (pseudo data).
Namun, data tersebut tetap dianggap data yang memiliki legalitas sebagai basis data kebijakan pembangun, karena prosesnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Inilah yang disebut dengan kekerasan simbolik negara, kekerasan yang beroperasi dengan cara mengatur, mamaksakan, bahkan bisa saja merekayasa pendataan dan data perdesaan.
“Ketika pseudo data dijadikan basis kebijakan publik, maka dampaknya adalah marginalisasi berkesinambungan oleh negara,” imbuh Politikus PDI Perjuangan ini.
Disertasi ini, masih kata Rieke, juga membongkar kekerasan negara yang beroperasi melalui data yang tidak menginformasikan kondisi dan kebutuhan riil warga serta potensi riil perdesaan.
“Praktik ini mengakibatkan monopoli sumber daya publik berada di tangan biroksasi dan atau korporasi. Ruang komunikasi dan partisipasi masyarakat tertutup atas nama teknokrasi yang legal,” beber dia.
Adapun Rieke meraih gelar tersebut atas peran promotor Dr. Hendriyan serta kopromotor Dr. Eriyanto dan Dr. J. Haryatmoko. Duduk sebagai Ketua Sidang Prof. Semiarto Aji Purwanto dengan penguji Yanuar Nugroho, Sofyan Sjaf, Arie Sujito dan Endah Triastuti. (rd/jun)