HM. Hasbullah Rahmat, Anggota DPRD Jabar
RADARDEPOK.COM, DEPOK-Universitas Gunadarma atau nama tenarnya Gundar, membuat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Asasta berang. Biang keladinya, pengajuan surat permohonan yang disebut-sebut Gundar sudah dilayangkan, ternyata dibantah keras perusahaan air milik Kota Depok tersebut.
Manager Penasaran PDAM Tirta Asasta, Imas Dyah Pitaloka membantah, Gundar telah mengajukan permohonan ke PDAM terkait penyaluran pipa ke Kampus Gundar. “Belum ada surat yang masuk ke kami terkait permohonan pemasangan pipa. Bohong itu,” kata Imas kepada Harian Radar Depok, kemarin.
Dia malah menuding, pihak Gundar tidak kooperatif. Menurutnya, saat ini Gundar belum mau menanggapi surat pengajuan yang diserahkan PDAM Kota Depok. “Kami malah sudah mengajukan surat yang kedua, tapi mereka belum juga menanggapi,” tegas Imas.
PDAM Tirta Asasta Kota Depok, mulai menyurati calon pelanggan niaga dan industri. Surat tersebut ditujukan untuk segera berlangganan air bersih dari PDAM, yang sudah terdapat jaringan pipa air.
Surat pemberitahuan dibuat berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok No 13 dan 14 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang menyebutkan, sumber air bersih harus diperoleh dari PDAM secara berlangganan.
“Surat pemberitahuan tersebut juga berkaitan dengan telah terpasangnya Jaringan Distribusi Utama (JDU) di lokasi perusahaan atau pun apartemen. Sehingga harus segera berlangganan air bersih sesuai dengan Perda,” terang Imas.
Sementara, Anggota DPRD Jabar, HM. Hasbullah Rahmat mengatakan, Pemprov Jabar sudah memiliki Perda penggunaan air bawah tanah. Dalam arahan Perda tersebut, wajib menggunakan air permukaan lebih dulu, seperti sungai, waduk atau embung.
Sementara, air bawah tanah sendiri adalah langkah terakhir untuk anak cucu kita kedepan. Namun, kebanyakan orang menggunakan sumur pantek ke bawah itu karena air bawah tanah relatif lebih bersih dan higienis. Sedangkan, air permukaan perlu melalui proses penyaringan dan sterilisasi.
Politikus Partai Amanah Nasional (PAN), yang akrab disapa Bang Has ini melanjutkan, pengaturan dan penetapan tarif air bawah tanah memang dibuat oleh Pemprov. Tapi, menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten/kota.
“Kita sudah punya payung hukumnya, agar siapapun, baik pengusaha, pabrik atau lembaga pendidikan untuk memanfaatkan air permukaan lebih dulu, jika itu tidak ada, baru menggunakan sumber air baku bawah tanah,” paparnya.
Di Depok sendiri telah memiliki BUMD PDAM Tirta Asasta, jadi menurut Bang Has, daripada Pemkot Depok menjadikan target pajak kepada para pengguna air bawah tanah menjadi sumber pendapatan, lebih baik mereka dipindahkan menggunakan sumber air baku dari PDAM.
Kemudian, sumur yang dibuat itu harus ditutup, karena berdampak negatif untuk lingkungan, seperti penurunan permukaan tanah, sumur warga sekitar akan kering karena perusahaan atau apartemen menggunakan mesin vakum, merusak ekosistem. “Ketika disedot menggunakan mesin vakum yang besar, maka kita akan mengalami kelangkaan air di musim kemarau,” paparnya.
Jika dilihat dari presentase pendapatan, sambung Bang Has, akan jauh lebih besar pemasukan PAD dari menjual air PDAM, ketimbang menarik pajak penggunaan air bawah tanah. Sebab, ia menilai, di satu apartemen atau mal, bisa jadi memiliki dua atau tiga sumur, tetapi yang dilaporkan atau teregistrasi hanya satu sumur.
“Saya yakin ada saja beberapa dari apartemen, mal atau universitas melaporkan secara transparan berapa titik sumur yang mereka miliki. Paradigma ini harus digeser dan Pemkot Depok harus berani tegas,” sambungnya.
PDAM sendiri, selain membeli sumber air baku dari Kabupaten Bogor, juga meanfaatkan Sungai Ciliwung sebanyak 20 persen. Jika, di Ciliwung bisa dibuat waduk, jadi tidak perlu mengeksploitasi air bawah tanah.
Ia meminta agar Pemkot Depok dapat berkoordinasi dengan UPTD ESDM untuk memberikan himbauan agar apartemen, hotel, pabrik dan lainnya beralih menggunakan sumber air baku dari PDAM, bukan lagi dari air bawah tanah.
“Karena, secara teknologi kita punya jaringan pipanisasi. Margonda itu sendiri kan tidak jauh dari Ciliwung, jika dibendung tiga meter, maka akan tertahan dan disedot bisa, diolah menjadi air suplai itu bisa,” katanya.
Untuk Sarpras PDAM, Pemprov Jabar membantu pipanisasi di Depok. Bahkan, pipanisasi di Depok sudah dalam skala besar, karena dulu punya saluran induk besarnya dari bantuan Bank Dunia, saat masih dipegang PDAM Kabupaten Bogor.
“Itu sambungan utamanya ke Depok sudah cukup besar. Nah sambungan cabangnya, Depok sudah membangun jaringan ke tiap kecamatan, walaupun belum menyeluruh. Paling tidak, kan kita sudah punya pipa premiernya, tidak masalah jika PDAM menarik pipa ke kawasan industri, perhotelan, apartemen. Saya yakin sepanjang Margonda sudah terpasang pipa, tinggal tarik saja ke hotel atau apartemen,” terangnya.
Ia mengaku prihatin, jika universitas sampai mengambil air bawah tanah. Padahal, seharusnya, dengan fakultas tekniknya, bisa mengelola sumber air di Ciliwung menjadi air baku.
“Mereka punya teknologi dan SDM-nya, tinggal menyedot dari Ciliwung dan menarik ke instalasi yang mereka punya. Nanti, keluarnya jadi air bersih. Tidak masalah mereka mengambil dari air permukaan, itu kan tidak dilarang. Jangan sampai mereka tidak mau mengelola air permukaan yang tidak bening dan malah mengambil air bening dari bawah tanah,” katanya.
Menurut Bang Has, terkait ini sudah saatnya Pemkot Depok tidak menjadikan pajak air bawah tahan menjadi sumber pendapatan lagi. Tapi, diganti dengan menjual air melalui PDAM, dimana nantinya juga akan bermuara ke PAD Kota Depok.
“PDAM kita jadi lebih gemuk dan sehat, jika sirkulasi cash flow uang mereka besar, jadi bisa menambah pipanisasi jaringan,” terangnya.Sementara sebelumnya, Kampus ternama di Kota Depok, Gunadarma (Gundar) akhirnya buka suara terkait penggunaan air tanah. Kampus di Jalan Margonda Raya dan di Jalan Komjen M Yasin ini mengklaim sudah meminta izin ke Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. Padahal, jelas-jelas izin penggunaan air tanah berada di Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Humas Universitas Gunadarma, Angga menjelaskan, selama ini pihaknya memang menggunakan air tanah. Namun, dia mengklaim tidak mencuri air tanah, karena sebelumnya pernah mengajukan izin ke Pemkot Depok.
“Mengenai penggunaan air tanah pihak kami sudah ada izin, dan mambayar restribusi setiap bulannya ke Pemkot Depok,” kata Angga kepada Harian Radar Depok.
Sementara terkait kerjasama dengan PDAM pihaknya mengaku, sudah mendaftar, namun PDAM belum menindaklanjuti. “Terkait masalah pemasangan PDAM, pihak kamipun sudah daftar tetapi belum ada tindaklanjut dari PDAM,” papar Angga.(rub/cky)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Senin, 22 Desember 2025 | 05:35 WIB
Senin, 22 Desember 2025 | 05:30 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:01 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 12:43 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 06:30 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 23:41 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 15:15 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:20 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:05 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:35 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:15 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:35 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 05:35 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 22:55 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 22:11 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:45 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:36 WIB