RADARDEPOK.COM, DEPOK - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Republik Indonesia (RI), memaparkan temuan kasus kejahatan siber yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu tahun 2021.
Kepala BSSN, Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengatakan, Hasil monitoring BSSN, tercatat lebih dari 1,6 miliar (1.637.973.022) anomali trafik atau serangan siber dengan kategori anomali terbanyak yaitu Malware, Trojan Activity (Aktivitas Trojan), dan Information Gathering (Pengumpulan informasi untuk mencari celah keamanan). Sementara tren kasus insiden siber di Indonesia didominasi kasus Web Defacements,
Data Breach, Human Operated Ransomware, Advance Persistent Threat. “Sektor serangan siber terjadi pada sektor Akademik, sebesar 38,03%., Swasta, sebesar 25,37%., Pemerintah Daerah, sebesar 16,86%, Pemerintah pusat, sebesar 8,26%, Hukum, sebesar 4,18%, Personal, sebesar 2,66%,” kata Letjen TNI (Purn) Hinca Siburian, dalam keterangan tertulis, Selasa (8/3).
Dia mengungkapkan pihaknya suda membuat langkah-langkah teknis untuk memperkuat kemanan Sistim Siber Nasional di antaranya, pemasangan sensor Honeynet & analisis malware, optimalisasi cakupan monitoring NSOC, pembentukan tim respon insiden keamanan siber (CSIRT), pelaksanaan Information Technology Security Assessment (ITSA), penguatan sistem elektronik melalui penerapan kriptografi dan lainnya.
“BSSN menghimbau kepada seluruh penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya sesuai amanat UU ITE dan PP PSTE,” tuturnya.
Kata dia, ancaman terorisme dan radikalisme di ranah siber, juga masih menjadi perhatian mereka. Maka itu, BSSN terus berupaya bekerjasama dengan berbagai pihak dalam menjalankan program literasi keamanan siber sehingga dapat terbentuk budaya keamanan siber yang tangguh, dapat membentengi masyarakat dari berbagai ancaman terorisme, radikalisme, dan disinformasi.
“Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan ruang siber dengan baik, nyaman, aman, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, BSSN menghimbau agar masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan karena ruang siber menjadi salah satu media penyebaran dan perekrutan paham terorisme dan radikalisme,” bebernya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, konflik Rusia-Ukrania saat ini telah melibatkan penggunaan ruang dan potensi siber sehingga dampaknya harus diperhitungkan karena sudah tidak tergantung lagi pada wilayah, ruang, dan waktu. Guna mensikapi hal tersebut maka aktifitas di ruang siber hendaknya selaras dengan sikap politik negara yang bebas aktif, netral tidak berpihak kepada siapapun.
“Kami menghimbau kepada masyarakat & komunitas siber untuk tidak ikut melakukan aktifitas yang mendukung salah satu pihak, agar Indonesia tidak terjebak dalam situasi konflik di ruang siber, serta tetap dapat menjunjung tinggi salah satu pilar Keamanan Siber yang sedang diperjuangkan di forum PBB yaitu ‘Responsible State Behaviour in Cyberspace’,“ pungkasnya. (rd/dra)
Jurnalis : Indra Abertnego Siregar
Editor : Junior Williandro