DEPOK - Kendati vonis Ilham Sinna Tanjung, pelaku peremas payudara ditunda Kamis (9/8). Korban, RA tetap bersikukuh hukuman yang menjerat Ilham, nantinya harus lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat vonis.
RA mengaku, belum memaafkan pelaku secara hukum. Dia hanya memaafkan tindakan secara kemanusiaan, dan tetap menginginkan pelaku diganjar hukuman berat. “Saya memang bilang memaafkan dia, tapi secara manusia, bukan dimata hukum,” kata RA kepada Harian Radar Depok, kemarin.
RA telah mengungkapkan kekecewaannya atas rendahnya tuntutan yang dijatuhkan JPU Putri. Dia menilai empat bulan penjara bukan merupakan hukuman yang tepat untuk membuat jera pelaku pelecehan seksual. “Hukuman untuk pelaku tindakan yang menjatuhkan martabat wanita dan memalukan ini saja, masih di anggap biasa dan mungkin tidak di anggap sebagai masalah,” ujar RA.
Sementara, JPU Kejari Depok, Putri Dwi Astrini mengatakan, tuntutan yang diberikan selama empat bulan kurungan penjara, lantaran Ilham Sinna Tanjung (30) yang sudah meremas payudara bukan termasuk pelecehan. Hukuman yang diberikan kepada Ilham sudah sesuai dengan perbuatan terdakwa yang meremas payudara RA (22). “Memang unsurnya melanggar kesusilan. Kalau ada pendapat lain yang menyatakan itu pelecehan atau pencabulan ya terserah,” kata Putri, kemarin.
Dia meyakini perbuatan terdakwa melanggar kesusilan, berdasarkan pengakuan Ilham dalam jalannya sidang. Dalam pengakuannya, terdakwa yang tak ditahan dari Polresta hingga Kejari Depok mengklaim tidak sepenuhnya meremas payudara RA. “Versi terdakwa memang enggak meremas banget, itu versi terdakwa. Tapi dia mengakui perbuatannya,” ujarnya.
Selain pengakuan terdakwa, RA juga telah memaafkan perbuatan Ilham secara pribadi dan secara hukum. Sehingga RA tidak menuntut terdakwa diganjar hukuman berat, atas perbuatan yang dilakukan pada Kamis (11/1/2018) sekira pukul 14.29 WIB, lalu.
“Korban juga enggak ada tuntutan. Dari pengacara korban juga bilang kalau istilahnya sudah memaafkan. Sudah enggak mau nuntut dan sudah enggak peduli lagi dengan hukuman. Kasarnya seperti itu,” kata Putri.
Perihal kemungkinan pasal yang digunakan hakim akan berbeda dengan pasal 281 ayat 1 KUHP yang digunakannya. Putri menuturkan, vonis merupakan kuasa yang sepenuhnya dimiliki majelis hakim Pengadilan Negeri Depok.
“Apapun hasil dari hakim mungkin tidak melanggar kesusilan ya itu terserah. Yang pasti kami Jaksa Penuntut Umum sudah memiliki keyakinan tersendiri. Terlepas nanti hakim memutus enggak melanggar kesusilan ya itu terserah. Jadi pasalnya tunggal,” tambah Putri.
Prihal vonis, sidang vonis Ilham yang digelar digelar di PN Depok pada Kamis (2/8), terpaksa ditunda karena terdakwa menderita Ginggivitis (peradangan gusi).
Dalam surat sakit yang bertanda tangan dokter, terdakwa disebut menderita penyakit ginggivitis. Karena putusan tidak jadi dibacakan, sidang yang dibuka pada pukul 15.15 WIB itu hanya berlangsung sekitar lima menit.
“Jadi, putusan belum dapat dibacakan dan akan ditunda sampai Kamis depan tanggal 9 Agustus 2018. Agar terdakwa mematuhi ketentuan harus hadir di persidangan ini,” ujar Hakim Rizky dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok.(rub)