metropolis

KPAI: Stop Bullying!

Senin, 27 Agustus 2018 | 12:00 WIB
IRWAN/RADAR DEPOK
DISKUSI: Komisioner KPAI, Retno Listyarti (dua dari kanan) berada di SMAN 4 Depok, Jalan Jeruk Raya, Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, Sabtu (25/8). DEPOK – Ada pesan yang disampaikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) saat deklarasi siswa SMA se-Kota Depok mendukung toleransi dan anti kekerasan. KPAI meminta para siswa untuk tidak lagi melakukan bullying. “Kami (KPAI, red) minta stop kekerasan dan stop bullying. Kalau kita mau jadi bangsa yang besar, maka kita harus hentikan kekerasan," Kata komisioner KPAI, Retno Listyarti di SMAN 4 Depok, Jalan Jeruk Raya, Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, Sabtu (25/8). Retno menilai, dampak kekerasan di dunia pendidikan bisa berpengaruh pada keberlangsungan negeri kedepannya. "Kalau masalah diselesaikan bukan berdialog tapi otot yang di kedepankan, kita akan memiliki generasi muda yang tidak percaya diri dan tidak semangat karena kritis dan kreatif itu akan mati dengan kekerasan," ujar Retno. Selain itu, Retno beranggapan tren kekerasan saat ini sudah berpindah ke media sosial dan dinilai berbahaya. “Karena ini (media sosial) dibully ramai-ramai, keroyokan, ini mengakibatkan trauma yang lebih kuat yang juga berakhir pada bunuh diri karena bully yang diterima," katanya. Retno meminta kepada siswa SMA dan dunia pendidikan bahwa bully dalam bentuk apapun bisa dihentikan. "KPAI selalu menyerukan hentikan kekerasan, jangan anggap bully itu biasa, jari kita bisa membunuh, hentikan kekerasan, ini dimulai di dunia pendidikan," ujar Retno. Acara festival di SMAN 4 ditutup dengan mengucapkan deklarasi anak anak SMA se-Depok yang anti-penindasan, anti persekusi, anti ujaran kebencian, anti-hoax dan menghargai keragaman. Sementara, salah satu anggota DPRD Kota Depok yang mendukung gerakan anti intoleransi, Sahat Farida Berlian mengatakan, kegiatan tersebut berasal dari kerinduan kaum muda dengan sikap toleransi dan saling menghormati pada sesama, yang belakangan mulai banyak dinodai, khususnya di Kota Depok. Aksi pelecehan remas payudara, kekerasan terhadap anak, pemerkosaan, aksi terorisme, ujaran kebencian, hoax, persekusi, yang pernah terjadi di Kota Depok sangat mencederai bangsa Indonesia dengan semboya Bhineka Tunggal Ika. Menurutnya, kaum muda sadar dalam situasi tersebut, memupuk sikap toleransi inilah yang menjadi penyelamat agar rasa persatuan kebangsaan dapat bersemi dan tumbuh kembali, agar Indonesia dan Kota Depok khususnya mampu hidup saling berdampingan dan saling menjaga. “Gerakan ini dimulai sejak Maret 2018, dalam kurun waktu enam bulan serangkaian sosialisasi dan kegiatan di sekolah-sekolah (SMA dan sederajat) telah dilakukan seperti, Deklarasi Sekolah Gempita, Pelatihan siswa untuk toleransi dan anti kekerasan di SMA/SMK se-Kota Depok, Aneka perlombaan dan Workshop Guru Gempita,” kata Sahat. Puncaknya, Festival Gempita dilaksanakan dengan melibatkan 80 guru, 1.365 siswa dari tujuh SMA di Kota Depok antara lain dua sekolah swasta SCA dan Cakra Buana, dan lima sekolah negeri: SMAN 3, SMAN 5, SMAN 8, SMAN 10 dan SMAN 13. (irw)

Tags

Terkini