RADARDEPOK.COM - Masalah sampah di aliran sungai masih menjadi momok yang menakutkan bagi warga Kota Depok, khusunya yang menumpuk di Sungai Ciliwung. Sejumlah pegiat sejarah Kota Depok membentuk Komunitas Ciliwung Panus (KCP) yang ingin melestarikan Ciliwung sebagai bagian dari sejarah Depok.
Laporan: Rubiakto
Sungai Ciliwung merupakan aset sejarah perjalanan panjang Kota Depok sampai sekarang. Banyak peristiwa besar yang terjadi di aliran sungai Ciliwung yang membentang membelah Kota Depok.
Ketua KCP Ferdy Jonathans menuturkan, komunitas itu didirikan pada 17 Agustus 2017. Nama Panus diambil dari jembatan bersejarah Depok yang melintang di atas Sungai Ciliwung. Jembatan tua tersebut dibangun pada 1917.
Dengan kondisi yang penuh sampah keberadaan Jembatan Panus sangat memprihatinkan. Aliran sungai Ciliwung juga menyeret sampah yang ada disekitarnya. Rasa prihatin membuat mereka kerap membersihkan sampah di sekitar kolong jembatan. “Dari sana, ide membuat komunitas pun muncul,” kata Fredy.
Kehadiran KCP semakin melengkapi keberadaan komunitas peduli Ciliwung di Depok. Menurut Ferdy, penyelamatan Ciliwung bukan hanya terkait persoalan kelestarian lingkungannya. Ciliwung, lanjutnya, merupakan bagian sejarah Depok. Di masa lalu, sungai tersebut merupakan urat nadi ekonomi dan transportasi masyarakat Depok.
Berbagai kapal besar dan kecil sempat melalui Ciliwung tempo dulu. Hal itu diketahuinya dari isi surat wasiat Chastelein yang meninggal pada 1714. “Cornelis Chastelein jika ke Depok suka menggunakan perahu,” ucapnya.
Bahkan, Depok sempat memiliki pasar apung di Ciliwung kawasan Pondok Cina. Kegiatan ekonomi warga memang tak bisa pula dilepaskan dari keberadaan Ciliwung. Seperti penjualan bambu asal Depok yang dibawa menggunakan rakit ke Manggarai, Jakarta. Kawasan tepi sungai pun menjadi habitat satwa dan lahan tanaman khas Depok. (*)