metropolis

Pengrajin Bambu KCD : Mendulang Rupiah, Jadi Oleh-oleh Turis Jepang (Habis)

Selasa, 24 September 2019 | 10:21 WIB
PAMERKAN KERAJINAN : Tiga pengrajin bambu Komunitas Ciliwung Depok Bang Trisna (kanan), Bang Alaw (kiri), dan Bang Pay (belakang) memamerkan hasil kerajinan tangan berbahan daur ulang bambu di markas KCD, bawah jembatan GDC. FOTO : SANI/RADAR DEPOK   Memanfaatkan limbah sampah kayu dan bambu yang menyumbat di sungai Ciliwung, merupakan keahlian pengrajin bambu Komunitas Ciliwung Depok (KCD). Dengan mengubah limbah menjadi benda berdayaguna. Pundi-pundi rupiah pun mengalir deras dengan sendirinya. LAPORAN: NUR APRIDA SANI RADARDEPOK.COM - Dengan sebatang bambu yang sudah melalui proses pengeringan selama enam bulan. Tiga pengrajin yakni Bang Trisna, Bang Alaw, dan Bang Pay mampu membuat puluhan kerajinan tangan. Seperti tas, tempat alat tulis kantor, celengan, nampan, dan gelas. Termasuk mainan tradisional Enggrang. Harga yang ditawarkan pun beragam, kisaran Rp100 ribu hingga Rp300 ribuan. Tergantung tingkat kesulitan yang diperlukan dalam membuat satu barang tersebut. Berbeda dari kerajinan tangan yang diperjual-belikan di pusat oleh-oleh. Hasil tangan dingin pengrajin bambu KCD tidak akan dapat ditemukan di lokasi manapun. Karena hanya dapat ditemui di markas KCD, yang berada di bawah Jembatan GDC. Artinya barang yang dihasilkan adalah limited edition. Karena tidak dijual masif, turis mancanegara dari Jepang ada yang datang ke markas KCD hanya untuk membeli tas berbahan bambu itu. Turis Jepang itu rela membayar lebih dari harga yang ditawarkan. “Saking takjubnya dia (turis) mengapresiasi hasil kerajinan tangan kami dengan membayar lebih. Malah katanya tas dari bambu ini akan dijadikan bahan promosi dan presentasi sekolahnya di Jepang,” terang Bang Trisna. Berbeda dari produsen pada umumnya, disini konsumen sangat dimanjakan dan dilayani. Selain harganya terjangkau, KCD juga memberikan garansi seumur hidup. Apabila ada kerusakan pada tas dan benda lainnya. Trisna menyebut, markasnya itu juga kerap dijadikan tempat perkumpulan anak-anak sekolah yang ingin belajar soal Ciliwung. Baik itu kehidupan di tepi sungai, maupun keseharian anggota KCD menyusuri sungai Ciliwung sambil mengambil sampah. “Markas KCD bisa dijadikan lokasi apa saja, bukan hanya sebagai tempat bersenang-senang sambil melihat air sungai Ciliwung. Tapi bisa jadi tempat edukasi siswa sekolah,” pungkas Trisna. (*)   Editor : Pebri Mulya

Tags

Terkini