Cerita Wartawan Senior Kota Depok Rusdy Nurdiansa mengawal penangkapan hingga pemenjaraan Tommy Soeharto memang menarik. Tapi, kisahnya saat meliput konflik antara TNI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh jauh lebih menarik dan menegangkan.
Laporan : Indra Abertnego Siregar
RADARDEPOK.COM, Panas menyengat saat matahari tepat berada di atas ubun-ubun. Azan Zhuhur berkumandang dari Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Berbodong-bondong, orang menuju masjid yang menjadi ikon di Tanah Rencong ini untuk menunaikan shalat Zhuhur.
Usai Salat Zuhur, Rabu, 3 Desember 2002 Rusdy Nurdiansyah sebagai fotografer bersama reporter Republika Nur Hasan Mutiarji hendak bertolak ke Kota Lhokseumawe yang berjarak 273,9 km dari Banda Aceh.
“Kami hendak masuk ke markas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk meliput upacara pengibaran bendera saat milad atau hari ulang tahun ke-27 GAM pada Kamis, 4 Desember 2002,” ucap Rusdy.
Perjalanan dengan mobil sewaan Toyota Kijang Super akan ditempuh selama enam jam tanpa henti. Rusdy saat itu memilih duduk di jok belakang, sedangkan Hasan duduk di samping sopir. Sepanjang perjalanan, tidak begitu banyak hambatan dengan lalu lintas tak begitu ramai. Mobil melaju dengan kecepatan 70 km/jam di aspal yang mulus keluar Kota Banda Aceh melewati beberapa wilayah Lambirah dan Cotbakarieng.
Sebagai orang yang lahir dan pernah tinggal di Aceh, Rusdy sedikit hapal jalan beraspal mulus dan lurus sepanjang lintas Banda Aceh-Medan itu.
“Perjalanan paling mengasyikan saat memasuki kawasan Gunung Seulawah dengan jalan yang berkelok-kelok dan pemandangan yang indah dan berudara sejuk. Suasana yang berbanding terbalik dengan panasnya kota Banda Aceh,” kenang Rusdy.
Usai melintas Seulawah, mereka tiba di wilayah Seulimum dan memilih berhenti, beristirahat sambil menunggu azan Ashar untuk menunaikan shalat. Sejuknya udara membuat rasa lapar dan dahaga saat menjalankan ibadah puasa menjadi tak terasa.Usai shalat Ashar di masjid, mereka melanjutkan perjalanan.
“Waktu itu sopir yang membawa kami Jafar. Dia bilang masih ngantuk saat kami akan menlanjutkan perjalanan, akhirna temen saya Hasan yang inisiatif bawa mobil. Tapi saya curiga ngantuk ini akal – akalan Jafar aja, karena dia tahu perjalanan berikutnya gak akan senyaman dan seaman perjalanan sebelumnya,” tuturnya.
Kecurigaan Rusdy bukan tanpa sebab. Sebelumnya, dia mendapat informasi mengenai kondisi dan situasi yang tidak aman di sepanjang jalan lintas Banda Aceh-Lhokseumawe usai melewati kawasan Gunung Seulawah.
“Saya tidak tahu, apakah Hasan mengetahuinya. Kemudian, aku menceritakan situasi dan kondisi jalan yang akan dilewati,” imbuhnya.
Perjalanan akan melewati banyak pos pemeriksaan. TNI/Polri memblokade jalan dengan pagar kayu berkawat berduri yang baru dilewati dengan cara berzigzag. Tidak hanya itu, kadang jalan disabotase kelompok saparatis GAM dengan menaruh batang-batang pohon di tengah jalan. Jam-jam rawan terjadi kontak senjata di sepanjang jalan biasanya dari pukul 15.00 WIB hingga 19.00 WIB. Bahkan, pasukan GAM juga kerap mengadang dan menembaki setiap kendaraan yang melintas, baik secara brutal maupun dengan tembakan para sniper yang ada di dalam hutan.
“Mendengar itu, Hasan yang tadinya ceria seketika wajahnya berubah pucat pasi. Mungkin, jantungnya semakin berdegup kencang. Apalagi, sambil sedikit berguyon aku mengatakan, kalau di film-film untuk melumpuhkan kendaraan yang melaju, sasaran utama sniper itu pasti sang sopir,” katanya sambil terkekeh.