RADARDEPOK.COM, DEPOK - Pemerintah Kota Depok sudah menyetujui Raperda inisiatif DPRD Depok, tentang Pendataan Pelaporan Tanah Terindikasi Terlantar dan Pemanfaatan Tanah serta Kawasan Terlantar. Jika nantinya Raperda ini sudah disahkan, otomatis setiap tanah yang dianggap terlantar akan dikelola Pemerintah Kota Depok untuk kepentingan peningkatan kemakmuran warga Depok.
Ketua Komisi A DPRD Kota Depok, Hamzah mengatakan, kategori tanah terlantar ini diatur dalam Undang-Undang dan peraturan yang ada di bawahnya. "Tanah terlantar diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2010, dan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 tahun 2010," kata Hamzah, Senin (7/3).
Dia mengungkapkan, terdapat perbedaan jenis keterlantaran tanah yang diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI No. 4 Tahun 2010 dan PP Nomor 11 tahun 2010.
Dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 4 tahun 2010, tanah yang diindikasikan terlantar dan tanah terlantar adalah tanah yang diduga tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian.
Sedangkan tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
"Dalam Peraturan Kepala BPN ini ada dua definisi tanah terlantar atau diterlantarkan, berdasarkan status hukum kepemilikan tanahnya," ucap Hamzah.
Sedangkan dalam penjelasan PP No. 11 Tahun 2010, lanjut Hamzah, disebutkan bahwa tanah yang telah dikuasai dan atau dimiliki baik yang sudah ada hak atas tanahnya maupun yang baru berdasar perolehan tanah di beberapa tempat masih banyak dalam keadaan terlantar.
Akibatnya cita-cita luhur untuk meningkatkan kemakmuran rakyat menjadi tidak optimal. Padahal tanah merupakan salah satu perwujudan kesejahteraan rakyat, untuk kehidupan yang lebih berkeadilan, menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan dan kebangsaan Indonesia, serta memperkuat harmoni sosial.
Selain itu, optimalisasi pengusahaan, penggunaan, dan pemanfaatan semua tanah di wilayah Indonesia diperlukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja, serta untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi.
"Sedangkan dalam PP 11 tahun 2010, tanah terlantar tidak dibedakan berdasarkan akta kepemilikannya," tuturnya.
Dia mengungkapkan, dalam PP 11 tahun 2010, obyek penertiban tanah terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
"Tanah yang sudah memiliki Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak Pengelolaan dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya," ungkapnya.
Dia menambahkan, demikian pula tanah yang ada dasar penguasaannya dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan dalam izin lokasi, surat keputusan pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan, dan atau dalam izin, keputusan, surat lainnya dari pejabat yang berwenang.
"Jadi Raperda nanti akan mengacu dalam dua peraturan ini, nanti akan kita lihat secara lebih jelas kategori tanah terlantar jika Perdanya sudah disahkan," pungkasnya. (rd/dra)