Bertahun-tahun sudah berlalu, Dima Safitri masih berkecimpung dalam dunia HIV/Aids. Meski bukan pengidap, kepedulian yang dimilikinya itu telah mengantarkan Dima menjadi sahabat setia para pengidap HIV/Aids. Terkini, dia aktif mengadvokasi populasi kunci yang berusurusan dengan hukum.
Laporan : Gerard Soeharly
RADARDEPOK.COM, Aroma harum mulai tercium dari halaman warung kopi milik Dima Safitri di wilayah Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Siang itu, dia kedatangan tamu spesial.
Sejumlah temannya mulai berkumpul dengan masing-masing gelas kopi dihadapannya. Mereka datang atas kepedulian yang sama yakni nasib pengidap HIV/Aids.
Setelah berjam-jam menikmati intrumen diskusi, mereka menjadi satu tubuh dalam Komunitas Dukungan Sebaya (KDS) Hitam Putih.
Berangkat darisitu, perlahan-lahan Dima mulai meraba dunia tersebut. Bahkan, embrio kepeduliannya telah melahirkan jiwa dan pengetahuan tentang pendampingan hukum terhadap Orang Dengan HIV (Odhiv) dan Orang Dengan Aids (Odha).
"Saya sekarang kegiatannya sebagai paralegal," ungkap dia kepada Radar Depok, Minggu (14/8).
Dia menceritakan, suka duka yang telah dilewatinya justru semakin membakar semangatnya dalam memperjuangkan hak-hak teman-teman sebaya atau mereka dengan status pengguna Napsa, PSP, LSL dan transgender.
Bekal tersebut diperolehnya dari Aksi Keadilan Indonesia (AKI) dan Womxns Voice. Kedua komunitas itu sejalan dengan hati nuraninya yaitu memperjuangkan hak dan keadilan bagi populasi kunci.
Dima menuturkan, paralegal merupakan seseorang yang mempunyai keterampilan hukum. Namun, ia bukan seorang Pengacara yang profesional dan bekerja di bawah bimbingan seorang Pengacara atau yang dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya.
Pada dasarnya, menurut Dima, paralegal bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dijalani. Sebab, beberapa kliennya itu enggan untuk berbicara. Mereka takut akan dampak setelahnya.
"Orang berpikir ada kasus laporin, padahal enggak. Karena, latar belakang statusnya dia HIV kah atau PSP yang mengalami kekerasan dari pelanggannya kah itu kan bukan sesuatu hal yang mudah untuk dilaporkan atau diceritakan mereka," ujarnya.
Baru-baru ini, Dima mengakui, sempat mendampingi salah satu korban KDRT. Dalam kasus tersebut, dia menawarkan sejumlah opsi. Misalnya, pendampingan hukum atau mediasi. Sebab, dalam contoh kasus itu perceraian bukanlah satu-satunya pilihan.
"Ditawarkan apakah mau diselesaikan secara hukum, kalau mau itu ada syaratnya dan ketentuannya apa aja yang harus dipenuhi. Kalau konseling psikolgis lebih untuk mencegah terjadinya lagi KDRT, apa dimediasi istri dan suami, lalu dikonseling akan digalli inti masalahnya," paparnya.
Contoh lainnya, ungkap dia, ada pengguna Napsa yang tertangkap. Kemudian, dibawa ke tempat rehab dan mendapatkan kekerasan. Pada saat itu, peran Dima sangat dirasakan oleh pengguna Napsa tersebut.
"Nah, sebagai paralegal menindaklanjuti kasusnya bersama pengacara tentunya tidak bertindak sendiri, tapi semua tindakan dikonsultasikan dulu pada penasehat hukum yang memberikan langkah yang harus dilakukan sesuai prosedur hukum," tandas Dima. (Bersambung)
Editor : Junior Williandro