metropolis

Female Plus Bahas Kekerasan Gender

Selasa, 23 Agustus 2022 | 22:41 WIB
KOMPAK : Perkumpulan Female Plus, narasumber dan peserta diskusi melakukan pose bersama usai menggelar diskusi terkait kekerasan berbasis gender di di Kafe Sero, Jalan Sawangan Raya, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoranmas.

RADARDEPOK.COM, DEPOK - Maraknya kekerasan berbasis gender yang kerap menyasar pengidap HIV/AIDS, Perkumpulan Feminim Mandiri Lestari (Female) Plus menggelar diskusi mengenai akar permasalahan dan solusi persoalan tersebut, di Kafe Sero, Jalan Sawangan Raya, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoranmas, Depok.


Paralegal Officer Female Plus, Dima Safitri mengatakan, kekerasan berbasis gender adalah perbuatan menyakitkan yang dilakukan diluar kehendak seseorang dan didasarkan pada perbedaan yang menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan baik fisik, seksual atau mental, ancaman, pemaksaan, dan perampasan lainnya.


"Kekerasan ini paling umum terjadi dan berlaku secara luas, dimana lebih banyak pelaku kekerasan terhadap gender ini di dominasi oleh orang-orang terdekat, dan korbannya kebanyakan perempuan. Namun demikian hal ini sering pula terjadi dilakukan oleh orang-orang yang tidak kita kenal," terangnya kepada Radar Depok, Selasa (23/8).


Dima menjelaskan, pelaku kekerasan itu kerap melakukan hal tersebut dalam keadaan tidak normal. Misalnya, dibawah pengaruh alkohol, atau obat-obatan terlarang.


"Bahkan, tak jarang korban kekerasan berbasis gender enggan melaporkan peristiwa itu dengan berbagai pertimbangan," ujarnya.


Narasumber diskusi sekaligus perwakilan Aksi Keadilan Indonesia, Arinta Dea Dini Singgi menjelaskan, pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang dilakukan pemerintah pada tahun ini, setidaknya membuat paradigma baru dalam menilik kekerasan seksual yang terjadi.


"Akan tetapi, hal ini perlu pengkajian lebih dalam lagi karena tidak semua kekerasan seksual ada di undang-undang tindak pidana kekerasan seksual, salah satu contohnya adalah perkosaan, dimana di dalam undang-undang belum mengakomodir terkait pemahaman kita tentang gender dan kekerasan berbasis gender," terangnya.


Tentunya, kata dia, hal tersebut menjadi sebuah kendala. Sebab, banyak kasus pemerkosaan yang terjadi tanpa adanya unsur ancaman atau kekerasan. "Tetapi perkosaan juga bisa terjadi akibat manipulasi, atau relasi kuasa, jadi gak harus ada memar, tetapi bisa terjadi perkosaan," tandas Arinta.


Untuk diketahui, dalam kesempatan tersebut, pihaknya menggandeng Indonesia Aids Coalition (IAC), Jaringan Indonesia Positif (JIP), Non Government Organization (NGO), IPPI, KDS Hitam Putih, Pendamping Sebaya, Gaya Patriot Bekasi, KAKI, Yayasan Mutiara Maharani, Komunitas Transgender, Womxns Voice, serta P2TP2A, dan Puskesmas Cipayung. (rd/ger)


Jurnalis : Gerard Soeharly


Editor : Junior Williandro

Tags

Terkini