Cerita Situ Gugur belum habis, situ yang digagas oleh Belanda kala itu masih memiliki sejumlah cerita sejarah di dalamnya, saat masih berfungsi sebagai bahan campuran gilingan karet hingga menjadi lokasi yang penuh dengan tanaman liar saat ini.
Laporan : Aldy Rama
RADARDEPOK.COM, Awak Radar Depok kembali bertemu dengan Tolib Sahari di kediamannya, di Jalan Mangga III, RT6/2, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan. Ia merupakan sesepuh sekaligus tokoh masyarakat di sana, seorang putra asli Pasir Putih yang sudah tinggal di sana sejak kecil.
Tak heran memang, jika Tolib tahu betul bagaimana cerita perihal Situ Gugur, yang disebut warga sekitar dulu sebagai Situ Pasir Putih, yang digagas Belanda sebagai situ buatan.
Untuk kedua kalinya, awak Radar Depok mampir ke kediaman pria kelahiran 1931 tersebut. Tegur sapa yang hangat dan senyuman yang ditebarnya tak pernah berubah dengan pertemuan sebelumnya.
Dua cangkir air mineral hangat disuguhkan Tolib, ditaruhnya dengan sangat perlahan dan rapi di atas meja di ruang tamunya, kicauan burung pagi itu menemani perbincangan yang berlangsung. Dengan begitu ramah, Tolib kembali bercerita apa yang ia ketahui dari Situ Pasir Putih, yang kini disebut warga sekitar sebagai Situ Gugur yang terletak di Jalan Mangga Raya, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan.
“Situ itu merupakan buatan, digagas oleh Belanda yang kemudian memerintahkan pribumi untuk membangun situ tersebut, dengan luas sekitar 8 hektar,” ucap dia seraya mengingat kembali.
Meskipun usia Tolib terbilang sudah Lanjut Usia (Lansia), ia hmasih mengingat betul bagaimana situ tersebut akhirnya gugur, menjadi lokasi yang dipenuhi dengan tumbuhan-tumbuhan liar.
“Sekitar 1965-an, situ tersebut meluap yang akhirnya meledak, karena kurang perawatan usai Jepang mendarat datang menjajah ke sini. Akhirnya beberapa pohon terbawa air, dan warga sekitar berusaha untuk membendungnya, menggunakan alat seadanya seperti bambu,” jelas dia.
Berbagai upaya terus dilakukan warga sekitar saat air di situ tersebut tumpah ruah, namun upaya yang dilakukan tidak bisa menahan bendungan cukup lama.
“Akhirnya semua air di situ tersebut tumpah ruah, dan lahan situ tersebut kemudian digarap warga sekitar, yang kini sebagian lahan situ menjadi rumah warga, perkebunan, pertanian dan masih banyak lagi, dan dinyatakan gugur sekitar tahun 1965 usai peristiwa G30SPKI,” ungkap Tolib. (Bersambung)
Editor : Junior Williandro