DIDUGA MENYIKSA: Inilah pabrik PT Kaisar Laksmi Mas Garment di Cilodong yang mempekerjakan buruhnya tidak manusiawi. Foto: Ferdian/Radar Depok
RADAR DEPOK.COM - Jika ini benar, artinya perlakuan pabrik kepada buruh sangat tidak manusia. Sejumlah buruh PT Kaisar Laksmi Mas Garment di Jalan Tole Iskandar, Kelurahan Sukamaju, Cilodong meringis mengeluh kerap diminta bekerja nyaris seharian, atau sekitar 22 jam. Parahnya lagi, lamanya bekrja tersebut tanpa dihitung lembur sama sekali.
Jika tak mau, maka sanksi pemecatan tanpa pembayaran gaji, apalagi pesangon, akan mereka terima. Akibat hal ini, beberapa suami pekerja atau buruh perempuan di pabrik garmen itu. Akan melaporkan hal ini ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok atau Kementerian Tenaga Kerja, Hari ini atau Senin (20/2).
Suami salah satu buruh perempuan di pabrik garmen itu, RS (26) menyatakan, istrinya sudah bekerja selama sekitar tiga tahun atau sejak 2014 lalu.
"Istri saya sempat diberhentikan bekerja pertengahan 2016, karena sering tidak masuk karena sakit. Sebab, istri sedang hamil anak kedua dan kerjanya tidak manusiawi. Saat usia kandungan istri enam bulan, istri saya diberhentikan," kata RS, yang tinggal tak jauh dari lokasi pabrik.
Menurut RS, setelah istrinya melahirkan anak pertama pada Oktober 2016, sang istri bekerja kembali di pabrik garmen itu. "Sistemnya kontrak enam bulan dan perpanjang setelah masa kontrak habis. Sebelumnya, sistem kontraknya setahun," jelas bapak dua anak ini.
Ia mengatakan, hari kerja istrinya di pabrik garmen itu adalah Senin sampai Jumat. Sementara, jam kerjanya, kata RS, dimulai pada pukul 07.00 WIB dan pulang paling cepat atau selesai bekerja pada pukul 20.00 WIB.
Namun, menurut RS, sangat sering istrinya dan 300-an buruh pabrik di sana, baru boleh pulang pukul 24.00 WIB atau tengah malam, dan bahkan pada pukul 05.30 WIB esok harinya.
"Selama bekerja di pabrik itu, paling cepat istri saya pulang atau selesai bekerja jam 8 malam atau jam 20.00 WIB. Yang paling sering, dia bekerja sampai jam 12 malam, dan bahkan sampai jam setengah enam subuh atau 5.30 pagi, semua buruh baru boleh pulang," ungkap RS.
Biasanya, lanjut RS, jam kerja dari pukul 07.00 WIB pagi sampai pukul 05.30 WIB esok harinya, diterapkan perusahaan garmen tersebut pada hari Jumat. Sebab, Sabtu adalah hari libur para buruh, sehingga mereka baru boleh pulang, di pagi hari.
"Beberapa kali juga, hari Minggu, istri saya dan semua buruh diminta masuk. Kalau enggak, ya kena marah dan bisa diberhentikan," tegas RS.
Menurutnya, meski mengikuti aturan tak manusiawi pihak pabrik garmen, upah atau gaji istrinya selalu tetap, yakni sebesar Rp 2.750.000 per bulan. Besaran ini jauh dari Upah Minimum Regional (UMP) Kota Depok2017, yang ditetapkan sebesar Rp 3,2 Juta.
"Berarti, kerja dari pagi ketemu pagi atau sampai tengah malam itu, tidak ada uang lembur sama sekali. Ini benar-benar tak manusiawi," ucap RS.
Karena hal inilah, tambah RS, pihaknya akan melaporkan pabrik garmen itu ke pihak terkait, mulai dari Disnaker Depok atau Kementerian Tenaga Kerja, besok.
"Ada kenalan yang akan mendampingi kami melapor sesuai prosedur," jelasnya.
Menurut RS, keputusan untuk melaporkan pabrik garmen yang menerapkan jam kerja dan upah tak manusiawi itu, karena ada sekitar ratusan buruh perempuan yang tertekan bekerja di sana.
"Saya sudah minta istri saya agar berhenti bekerja saja dari sana. Tapi, kebutuhan ekonomi kami memang cukup membutuhkan pendapatan dari istri. Jadi untuk berhenti, istri saya masih pikir-pikir lagi," papar RS, yang bekerja di salah satu tempat makan di Senayan, Jakarta.
Apalagi, lanjut RS, dua anaknya masih kecil-kecil, yakni berusia 5 tahun dan 1 tahun. Selain itu, anaknya yang paling besar akan masuk sekolah tahun ini dan membutuhkan biaya.
"Akhirnya kami berencana melaporkan perusahaan garmen itu ke pihak terkait, dengan harapan penerapan jam kerja di sana lebih manusiawi dan ada upah untuk buruh yang bekerja melebihi jam kerja biasa atau uang lembur," papar RS.
Menimpali hal ini, Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Lahmudin menyatakan, UU no13 tahun 2003 soal ketenagakerjaan bahwa pengusaha wajib memberi waktu istirahat baik harian, mingguan, tahunan atau yang disebut cuti.
Begitupun dengan waktu kerja dalam satu hari maksimal 8 jam perhari dan selebihnya harus dihitung lembur. Jika memang ada karyawan yang dirugikan dengan bekerja selama 22 jam setiap harinya tanpa dihitung lembur, maka wajib melaporkannya ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok. Disnaker harus bertindak untuk memberikan pelajaran kepada perusahaan tersebut.
“Kalau memang melanggar seharusnya segera melapor dan dinas terkait menindak,” ujar Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Lahmudin kepada Radar Depok.
Kepala Disnaker Kota Depok, Diah Sadiah menambahkan, pada 2016 sudah dilakukan pemeriksaan. Dan hasilnya untuk menghitung lembur dengan upah, dimana lembur sesuai dengan aturan.
Disnaker sudah berkoodrinasi dengan pelayanan pengawasan wilayah I Bogor untuk menugaskan pengawas untuk turun lagi ke perusahaan tersebut. Disnaker akan terus koordinasikan dengan propinsi, karena pengawasan ketenagakerjaan sekarang menjadi kewenangan propinsi mulai 2017.
“Sehari jam kerja maksimal 8 jam dan selebihnya dihitung lembur, kami terus berkooordinasi dalam melakukan pengawasan,” tutup Diah.(ina/hmi)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:01 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 12:43 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 06:30 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 23:41 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 15:15 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:20 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:05 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:35 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:15 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:35 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 05:35 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 22:55 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 22:11 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:45 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:36 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 19:38 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 14:15 WIB