Senin, 22 Desember 2025

Gay Ber-HIV 353 Jiwa

- Kamis, 22 Februari 2018 | 11:35 WIB
AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK
ILUSTRASI : Pasangan sesama jenis sedang memadu kasih di salah satu titik di Kota Depok. DEPOK - Ada data baru. Hingga akhir 2017, Komisi Penanggulangan AIDS Kota Depok mencatat, 988 orang penderita HIV berada di Kota Depok. Dari jumlah tersebut, 353 orang di antaranya adalah orang dengan perilaku lelaki seks lelaki (LSL) atau gay. "Data menyebutkan penularan HIV di antaranya akibat perilaku homo seksual atau LSL," kata Ketua Lembaga Konsultasi Kesehatan Keluarga (LK3), Wulandari Eka Sari kepada Harian Radar Depok, kemarin. Fenomena penderita HIV hanyalah merupakan puncak gunung es yang terlihat permukaannya saja. Ada banyak permasalahan dibalik semakin meningkat dan menyebarnya penderita HIV AIDS. Kasus perzinahan dan LGBT merupakan bagian dari permasalahan dibalik puncak gunung es tersebut. Fenomena LGBT yang marak akhir-akhir ini, menunjukkan adanya hal penting yang perlu ditinjau secara cermat terkait perilaku tersebut. “LGBT dalam format gerakan yang menuntut legalitas agar diakui oleh hukum negara, agama dan sosial kemasyarakatan nyata keberadaannya,” terang Wulan. Namun, kuatnya norma agama dan norma sosial bangsa Indonesia menyebabkan perilaku LGBT tidak mendapat penerimaan di masyarakat. Hanya saja, pengaruh globalisasi dan perkembangan di bidang sosial, ekonomi, budaya serta teknologi informasi, selain memberi kesempatan manusia Indonesia untuk maju dan berkembang namun juga berdampak pada perubahan dan pergeseran norma kehidupan. Dia mengatakan, saat ini kenyataannya jumlah organisasi LGBT di negara ini semakin bertambah dan membesar. Sedikit banyak menunjukkan adanya nilai yang mulai bergeser. Walaupun besarnya fenomena masyarakat yang kontra terhadap perilaku LGBT menunjukkan besarnya kepedulian dan penjagaan masyarakat terhadap berkehidupan sesuai norma yang berlaku di negara ini. Sementara di sisi lain, keberadaan orang dengan perilaku LGBT tidak semuanya berada dalam barisan gerakan.  “Tapi di antara mereka ada yang merasa terjebak, sehingga mereka tidak ingin mengajak orang lain, bahkan mereka membutuhkan upaya pendampingan dalam upaya rehabilitasi,” tuturnya. Menyikapi hal tersebut, LK3 kota Depok menyiapkan perangkat pendampingan bagi orang yang berperilaku LGBT yang ingin menjalani rehabilitasi dan kembali ke fitrah. “Kami juga lakukan sosialisasi di masyarakat, agar memperhatikan aspek interaksi suami istri dan pola asuh anak sehingga tidak terjadi potensi perilaku LGBT,” bebernya. Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang Nadhatul Ulama (PCNU) Kota Depok, KH Raden Salamun geram dengan amoral yang marak belakangan ini. “LGBT itu penyakit, artinya harus ada upaya pengobatan,” kata Salamun saat dihubungi Radar Depok. NU sendiri menurutnya sangat menentang tindakan tersebut, karena keluar dari fitrah manusia. Orientasi seks sejenis menurutnya sangat bertentangan dengan hukum alam, sehingga tidak relevan dengan kehidupan manusia. Tindakan ini tentu dibutuhkan upaya pemerintah, dengan memnbuat gerakan untuk memberikan efek positif bagi pelaku LGBT. “Ini dosa besar dan tidak bisa ditolelir. Bagaimana caranya melepaskan pelaku yang sudah terjerumus dilingkaran setan pergaulan LGBT,” ujar Salamun. Semua sudah melarang artinya ini memang sudah terang benderang bahwa hal tersebut merupakan penyakit masyarakat. “Kalau berdalih dengan pegiat HAM itu yang salah kaprah, harus ditentang,” kata Salamun. Sebelumnya, Walikota Depok, Mohammad Idris menegaskan, sebanyak 200 pembimbing rohani dirangkul guna disebar ke tiap kecamatan di Kota Sejuta Maulid ini untuk menagkal LGBT. Langkah ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan nilai-nilai agama dan menjaga kerukunan antar umat beragama, tentunya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Menuju Kota Depok yang unggul, nyaman, dan religius,” kata Idris, Sabtu (17/2) lalu. Menurut alumnus Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo ini, peyimpangan sosial merupakan bagian dari hidup di tengah masyarakat. Untuk itu, pembimbing rohani seperti kyai, ustad, pastur, dan pemuka agama yang ada di Depok harus peduli. Caranya, dengan melakukan antisipasi tindakan yang preventif, kuratif, masif, dan bekerjasama dengan aparat keamanan sesuai perundangan yang ada. “Seperti prilaku LGBT. Memang tak ada pelarangan, tapi ini masuk dalam peyimpangan sosial. Dalam agama tak dibenarkan,” papar Idris. Mekanisme teknis di lapangan, kata Idris, pembimbing rohani nanti harus berkoordinasi dengan aparat. Mereka akan membimbing para pelaku penyimpangan sosial untuk kembali ke jalan yang benar. Selain juga, agar tak menjalankan prilaku yang demikian. Bahkan, kata dia, banyak laporan pelaku LGBT minta untuk  diselamatkan dari kehidupan homoseks, gay, dan lesbi yang nyatanya bertentangan dengan hati nurani mereka. Karenanya, penyimpangan sosial ini harus dibantu dari peran pembimbing rohani. “Itulah yang harus kita (Pemkot Depok) anggarkan nanti dan  memfasilitasi. Tentu harus tidak lain peran aparat polisi dan TNI, pemkot, dan lainya ikut serta,” paparnya. Kepala Bagian Kesejahteraan Sosial Setda Kota Depok, Marjaya mengatakan, pihaknya telah menyediankan pelaksana pembimbing rohani sebanyak 200 orang dari 11 kecamatan. Jumlah ini kata dia, dari Islam sebanyak 175 orang dan non Islam ada 25 orang. Tugas mereka adalah membimbing masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan sosial. ”Juga menjaga kerukunan antar umat beragama, dan di dalam beragama,” kata Marjaya.(cr2)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X