Senin, 22 Desember 2025

Cabut dari Lemsaneg, Memilih jadi Konsultan Pengamanan Cyber

- Senin, 23 April 2018 | 11:50 WIB
IST FOR RADAR DEPOK
SANTAI : PRATAMA PERSADHA

MASUK di Akademi Sandi Negara, Pratama Persadha mulai belajar  merakit komputer dan berbisnis, karena dia tertarik dengan IT.

Laporan : MUHAMMAD IRWAN SUPRIYADI

Masa-masa berat pun dimulai. Tidak saja harus kuliah, dia juga ditempa latihan-latihan fisik dan mental. Sebelum benar-benar masuk Akademi Sandi, bersama teman-temannya yang sama-sama lulus, Pratama lebih dulu digembleng di Pusat Pendidikan Intel (Pusdikintel) TNI di Cilendek, Bogor. “Jadi, sudah biasa angkat kasur malam-malam atau tangan yang bolong-bolong karena dipaksa push up atau guling-guling. Sempat pernah terpikir ingin kabur juga sih awal-awal waktu itu. Tapi, ya alhamdulillah, semua akhirnya bisa diselesaikan,” kenang Pratama. Di lokasi tempat menuntut ilmu pun, ia manfaatkan dengan kepoin tentang ilmu teknologi (IT). Perlahan tapi pasti, mencoba merakit komputer meski di kala itu Pratama masih mengenyam di Akademik Sandi Negara. “Saya telatenin rakit komputer, kalau beli alat-alat izin karena waktu itu boleh izin. Usai lulus di akademik sandi negara saya serius,” kata dia. Akhirnya, usai lulus terbenak pesan sang ayah. Bahwa bila ingin kaya ya harus belajar terus, artinya menuntut ilmu sunguh-sunguh. Dari hasil merakit komputer dan pesanan cukup banyak. Akhirnya mendapatkan keuntungan dari hasil merakit komputer. ”Satu unit saya jual waktu itu Rp2,5 juta, dari harga pasaranya waktu itu sekitar Rp3,5 hingga Rp 4 juta,” bebernya. Bahkan, dalam usaha merakit komputer. Pratama memiliki ruko sendiri. Namun, ia mengakui dalam perjalanan merintis usaha komputer terjatuh, karena tertipu pembeli dengan pesanan 16 unit.  “Ada ibu-ibu dulu pesanan komputer 16 unit. Akhirnya, diantar di kawasan Bintaro sampai di sana ibu-ibu itu kabur lewat pintu belakang. Ditanya dan dicari tidak ada orangnya. Modal kita habis dan hancur. Kerugian Rp30 juta pada tahun 2004,” kata dia kesal mengingatnya. Namun dia, tidak hanya berdiam atas kegagalan. Ia mulai bangkit dengan mempelajari tentang membuat sofwer. Setelah mengetahui hal itu, mulai ada orang pesan atau dari perkantoran. “Ternyata dari sofwer menguntukan lebih banyak. Karena banyak yang pesanan sofwer,” ujarnya. Lulusan Akademi Sandi pada 1999 ini. Pratama sambil bisnis sofwer sambil mengabdi kepada negara denga menjadi aparatur sipil negara. Kali pertama, dia kemudian ditempatkan di semacam departemen penelitian dan pengembangan (litbang) yang dimiliki Lemsaneg. Di situlah, dia sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengkajian peralatan sandi, masalah algoritma, sistem sandi, hingga cara mengecek peralatan pengamanan sandi. Selepas sekitar dua tahun kemudian, dia mulai dipindahkan ke bagian operasional. Beberapa kerja intelijen mulai dilakoni. “Awalnya, ada takut-takutnya juga. Sebab, di kami (Lemsaneg) ada keyakinan bahwa sukses dalam operasi itu sudah biasa, tapi kalau failed, jangan harap keberadaan kita diakui. Tapi, seiring waktu, enak juga ternyata karena setidaknya bertemu dan kenal banyak orang,’’ ujar bapak dua anak ini. Karir Pratama sebagai sandiman, pelan tapi pasti, mulai merangkak. Sekitar 2003, dia dikirim ke Swiss untuk mengikuti pelatihan Cryptography Programming. Tempatnya di sebuah pabrikan sandi ternama dunia di negara tersebut. Sebulan di sana, suami Septi Riana itu semakin mengetahui betapa rumitnya membuat pesan yang tidak bisa disadap orang lain dan mengamankan informasi. “Betapa kompleksnya meramu perhitungan algoritma dan matematika menjadi sebuah hasil terbaik,” katanya. Namun, pada saat yang sama, dia mulai memiliki kesadaran baru bahwa Indonesia tidak bisa selamanya bergantung pada asing dalam hal peralatan sandi.  Sebab, kemandirian akan sulit diraih jika masih hanya berpuas sebagai pengguna. Akhirnya, setelah mencoba membuat sowfer. Ia juga melayani jasa konsultasi terkait dengan pengamanan cyber. Beberapa cabang di luar negeri juga sudah dibuka. Mulai Singapura, Vietnam, Thailand, Australia, hingga Inggris. “Ini pula yang jadi salah satu alasan saya akhirnya mundur dari Lemsaneg. Sebab, sudah tidak bisa disambi. Saya tidak bisa digaji negara sementara perhatian harus terbagi ke tempat lain,’’ bebernya. Pada 2014, Pratama akhirnya memutuskan untuk mundur dari lembaga yang telah membentuk dan membesarkannya tersebut. Proses mundur itu tidak mudah. Meski dia berkali-kali mengajukan, pimpinannya pun berkali-kali menolak. Saat mundur tersebut, karir Pratama di Lemsaneg sebenarnya sedang cerah. Terakhir, sebut dia, sebelum mengundurkan diri dipercaya menjadi pelaksana tugas direktur Pengamanan Sinyal Lemsaneg. Sejumlah jabatan operasional juga sempat disandangnya. Mulai wakil ketua Tim Lemsaneg Pengamanan Pesawat Kepresidenan RI, ketua Tim Lemsaneg Pengamanan IT KPU, hingga ketua Tim Lemsaneg Cyber Defence Kemenhan. Bahkan, dari idenya mengonsep dan mengembangkan sebuah sistem yang memungkinkan sistem IT tiap lembaga pemerintah memiliki jalur sendiri, tanpa harus menggunakan jalur publik, dia dianugerahi kenaikan pangkat luar biasa. Sekaligus menjadi orang pertama di Lemsaneg yang pernah mendapat apresiasi tersebut. Sistem itu dinamai Jaring Komunikasi Sandi Nasional. “Tapi, meski secara fisik saya tidak lagi di Lemsaneg, saya tetap orang Lemsaneg. Sebab, kalau misalnya dibelah badan ini, darah saya itu sudah berbeda dengan orang lain pada umumnya. Darah saya sudah darah Lemsaneg. Entah ini kutukan atau berkah, tapi itulah kenyataannya,” ungkapnya. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X