Senin, 22 Desember 2025

Dua Kelas Siswa Pria Korban Asusila Guru di Depok

- Rabu, 6 Juni 2018 | 11:19 WIB
DEPOK – Kelakuan guru yang satu ini jangan pernah sekali-kali ditiru. Kuat dugaan, WA oknum guru di SDN Negeri Tugu 10 Kota Depok melakukan hal yang tak sepatutnya. Parahnya lagi, guru yang mengajar Bahasa Inggris dan Wali Kelas itu, hanya melakukan tindak asusila kepada anak pria di dua rombongan belajar (Rombel) kelas VI. Kepada Harian Radar Depok, salah satu orang tua korban, LY menjelaskan, anaknya menjadi salah satu korban dari puluhan korban lainya yang duduk di bangku kelas VI. Tak mau hanya mendengar dari satu sumber, LY pun mencoba mengkonfirmasi ke beberapa siswa kelas enam lainya yang merupakan rekan satu kelas anaknya. “Pengakuan anak–anak yang saya tanyai, mereka ditekan oleh gurunya untuk membuka celana mereka supaya nilainya naik. Kalau tidak mau nanti diturunin nilainya. Setelah menuruti permintaan oknum guru berinisal WA, kelamin mereka disentuh, ada yang di tepok dan lain-lain,” ungkap LY kepada Radar Depok. Menurutnya, Seluruh korban yang merupakan siswa kelas VI, tak berani untuk menolak perintah oknum guru tersebut. Menurut LY, para korban seluruhnya berjenis kelamin pria dan WA juga pria. WA diduga sudah melakukan aksinya berulang kali, sebab ketika ditanyai oleh LY. Ada anak yang sudah di lecehkan sejak kelas V hingga kelas VI. Ada juga yang baru sekali dilecehkan. Yang membuat LY heran, mengapa WA bisa dengan leluasa melakukan aksinya di ruangan sekolah. Pada jam pelajaran tanpa diketahui oleh guru maupun wali kelas yang lain. “Kemungkinan WA sudah dua tahun ini melakukan tindakan bejadnya, karena salah seorang alumni SD itu mengaku ke saya juga pernah menjadi korban WA. Tapi tidak berani melapor ke orangtuanya,” tutur LY. LY berkeyakinan, seluruh siswa kelas 6 yang terdiri dari dua kelas menjadi korban WA. Dia juga mendapat pengakuan dari seorang korban yang mengatakan WA bukan hanya melakukan aksinya di ruang kelas saja tetapi juga di luar kelas. “Ada yang mengaku dilecehkan saat kamping sekolah dan mayoritas mengaku dilecehkan saat jam istirahat sekolah,” sambungnya. WA juga diketahui sering mengiming–imingi korbanya dengan meneraktir jajan, mengajak nonton dan berbagai kegiatan lainya sehingga korban menurut. “ Ada juga orangtua siswa yang mempercayakan anaknya kepada WA sebagai guru ngajinya, dan anaknya sering diajak pergi oleh WA tanpa dicurigai. Menurut saya tindakan WA précis seperti kasus Emon” katanya. LY berencana melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Depok pada Rabu (6/6) pagi, bersama puluhan orang tua korban yang lain. Mereka merasa tidak ada penyelesaian yang dapat diberikan oleh pihak sekolah yang terkesan ingin menutup nutupi kasus tersebut. “Kami sudah melaporkan kejadian ini ke pihak sekolah. Namun, pihak sekolah hanya menyarankan kami untuk menjaga nama baik sekolah serta menjaga nama orang tua korban. Tanpa member solusi maupun sanksi untuk WA,” bebernya. Menimpali kejadian ini, Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Depok, Tinte Rosmiati menyebutkan, dalam Pasal 54 UU No. 35/2014 tentang Perubahan Atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Jelas bahwa para tenaga pendidik (Tendik) berkewajiban melindungi para peserta didik di lingkungan sekolah dan di luar sekolah dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Terkait sanksi, sambung Tinte, ppelaku Tindak Kekerasan di Sekolah berdasarkan Pasal 11 Permendikbud Nomor 82/ 2015 tentang pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Sekolah.  Dijelaskan bahwa, pertama, satuan pendidikan memberikan sanksi kepada peserta didik dalam rangka pembinaan berupa: a. teguran lisan, b. teguran tertulis, dan c. tindakan lain yang bersifat edukatif. Kemudian, Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, dapat  memberikan  sanksi  kepada  pendidik  atau  tenaga kependidikan yang diangkat oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang bekerja di satuan pendidikan berupa: a. teguran lisan, b. teguran tertulis, c. pengurangan hak, dan d. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga  kependidikan  atau pemutusan/pemberhentian hubungan kerja. Selanjutnya, Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan berupa : a. teguran lisan, b. teguran tertulis, c. penundaan atau pengurangan hak, d. pembebasan tugas; dan e. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan. Lalu, Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan  sanksi kepada satuan pendidikan berupa: a. pemberhentian bantuan dari Pemerintah Daerah, b. penggabungan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, dan c.  penutupan  satuan  pendidikan  yang  diselenggarakan oleh masyarakat. Terakhir, Kementerian memberikan sanksi berupa: a. rekomendasi penurunan level akreditasi, b.  pemberhentian terhadap bantuan dari pemerintah,  c.  rekomendasi  pemberhentian  pendidik  atau  tenaga kependidikan kepada Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan, dan d.  rekomendasi  kepada  Pemerintah  Daerah  untuk melakukan  langkah-langkah  tegas  berupa penggabungan,  relokasi,  atau  penutupan  satuan pendidikan  dalam  hal  terjadinya  tindak  kekerasan yang berulang. “ Iya, yang bersangkutan guru honorer. Diangkat oleh sekolah dan dikeluarkan oleh sekolah. Info terakhir dari kepala sekolah sudah dikeluarkan sejak akhir Mei, karena setelah dilakukan pendekatan oleh pihak sekolah pelaku mengakui segala perbuatannya,” tandas Tinte.(dra/hmi)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X