Minggu, 21 Desember 2025

BPJS Kesehatan Luruskan Tiga Aturan, Sambangi RS Hermina dan RS Permata Depok

- Jumat, 3 Agustus 2018 | 11:17 WIB
IMMAWAN/RADAR DEPOK
TESTIMONI : Direktur Rumah Sakit Hermina Depok beserta jajarannya memberikan komentar terkait peraturan Dirjampelkes, kemarin. DEPOK – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, menyambangi Rumas Sakit Hermina Depok dan Rumah Sakit Permata Depok, Kamis (2/8). Alasanya, untuk mencari penyeimbang atas hoax terkait aturan  Dirjampelkes Nomor 2,3 dan 5 tahun 2018. Direktur Rumah Sakit Hermina Depok, Gloria Illona menilai, penerbitan peraturan tersebut diambil, demi memenuhi pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. ”Pastinya, peraturan tersebut telah melalui pertimbangan yang matang,” ujar Gloria kepada Harian Radar Depok, kemarin. Karena itu, dia mengaku akan tetap memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Tentunya, dengan adaptasi dalam kendali mutu dan kendali biaya. Kendati demikian, rumah sakit tetap melakukan sejumlah penyesuaian dalam penerapan peraturan baru tersebut. Diantaranya, meningkatkan efisiensi dana operasional rumah sakit dan menambah jumlah kunjungan sosialisasi demi meningkatkan utilisasi rujukan. ”Sistem Health Facilities Information System (H.F.I.S) cukup membantu untuk hal ini,” imbuhnya. Menanggapi visi total coverage pada tahun 2019, dia berharap program JKN dapat melakukan perbaikan dalam sistem. “Terutama dari sisi pembayaran dan sistem komunikasi dengan peserta terkait sosialisasi regulasi baru,” terangnya. Menurut dia, pembayaran kepada rumah sakit sangatlah penting untuk tidak terlambat. Sebab, rumah sakit pasti kesulitan bila harus melayani seluruh masyarakat Indonesia dengan dana yang tersendat. Dalam hal kominunikasi regulasi baru, dia menilai  sosialisasi yang dilakukan BPJS Kesehatan belum maksimal. “Alhasil, rumah sakit kerap kesulitan menghadapi dengan pasien yang belum terjangkau informasi tentang regulasinya,” tutur Gloria.  Terpisah, Direktur Rumah Sakit Permata Depok, Heldi Nazir mengaku, sebagai mitra stategis BPJS Kesehatan sejak Februari 2018, pihaknya menerima keputusan tersebut tanpa mengurangi mutu pelayanan. Tentunya, dengan beberapa adaptasi internal untuk menjaga mutu dan efisiensi pelayanan. ”Yang pasti, mutu tetap yang utama. Pelayanan terhadap pasien tidak berubah. Pasien tetap datang dan dilayani dengan baik,” ujar Heldi kepada Radar Depok, kemarin. Dia menjelaskan, adaptasi yang dilakukan berupa perubahan kebijakan dan penyesuaian dalam clinical pathway yang diterapkan dalam rumah sakit. Diantaranya, ina cbg bayi baru lahir dimasukkan dalam klaim ibu. Tapi, tetap memberi pendampingan dokter anak. ”Tidak seperti sebelumnya, klaim untuk bayi baru lahir sendiri, dan untuk ibu juga bisa sendiri,” imbuhnya. Selain itu, penyesuaian juga dilakukan dari sisi mindset tenaga medis rumah sakit. Terutama, dokter yang terimbas dari keputusan tersebut. Seperti, dokter anak, dokter rehabilitasi medik dan dokter mata. ”Sejauh ini, tim kami masih solid dan komit untuk melaksanakan peraturan ini. Dengan harapan, ada evaluasi untuk peraturan ini,” katanya. Heldi berharap, program JKN dapat berjalan dengan baik. Sehingga, visi universal health coverage di Indonesia tahun 2019 dapat terealisasi. “Semoga, minimal, 95% masyarakat Indonesia sudah ter-cover program JKN ini tahun depan,” imbuhnya. Selain itu, dia pun berharap adanya penyesuaian tarif ina cbg dan pemberian insentif lebih pada rumah sakit swasta. “Mengingat rumah sakit swasta mandiri dari sisi pengelolaan keuangan. Tidak seperti rumah sakit pemerintah,” ucapnya. Selain itu, dia pun mengharap adanya cost sharing untuk pasien kelas 1 dan 2. Sehingga, biaya yang tidak lagi tercover dapat ditalangi oleh peserta. ”Kalau kita lihat, sepertinya peserta mampu kok dari sisi pembiayaan. Buktinya, banyak pasien yang naik dari kelas 1 ke VIP,” tegasnya. Perlu diketahui, terbitnya Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Dirjampelkes) Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan,  Peraturan (Dirjampelkes) Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan (Dirjampelkes) Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik, menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Sebab, beredar hoax yang menerjemahkan peraturan itu sebagai pencabutan pelayanan katarak, rehabilitasi medik termasuk fisioterapi dan bayi baru lahir sehat. Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohammad Arief menegaskan, faktanya, BPJS Kesehatan tetap menjamin biaya persalinan, operasi katarak, dan rehabilitasi medik. Hanya saja, BPJS Kesehatan ingin menyempurnakan sistem yang sudah ada, agar pelayanan kesehatan bisa berjalan lebih efektif dan efisien, serta memperhatikan kemampuan finansial BPJS Kesehatan. Budi menjelaskan, sesuai dengan tugas negara sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Maka, BPJS Kesehatan wajib mengatur kejelasan dan ketepatan pelayanan. Sehingga tidak terjadi ketidakefisienan dan ketidakefektifan. “BPJS Kesehatan mengapresiasi dan menampung semua aspirasi, baik Kementerian Kesehatan, DJSN, asosiasi, perhimpunan profesi dan pihak terkait lainnya. Implementasi Perdirjampelkes 2, 3, dan 5 akan ditingkatkan menjadi peraturan badan, melalui mekanisme dan ketentuan yang ada,” tandas dia saat acara Ngopi Bareng JKN di Jakarta Timur, Kamis (2/8).(mg2)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X