Senin, 22 Desember 2025

Sastrawan Hamsad Rangkuti Meninggal

- Senin, 27 Agustus 2018 | 12:04 WIB
AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK
AKAN SELALU DIKENANG: Sanak keluarga membawa keranda jenazah almarhum Hamsad Rangkuti, sastrawan Indonesia yang wafat dalam usia 75 tahun di kediamannya Jalan Swadaya 8, RT03/03, Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoranmas, Minggu (26/8). DEPOK - Indonesia kembali kehilangan satu lagi sastrawan terbaiknya, yaitu Hamsad Rangkuti. Dia menghembuskan nafas terakhir pada usia 75 tahun di rumahnya, Jalan Swadaya 8 RT03/03, Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoranmas, Minggu (26/8) pukul 06.00. Pria kelahiran Titikuning, Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943 silam ini mengalami komplikasi penyakit yang diderita, yakni prostat, jantung, dan stroke. Jasad Hamsad Rangkuti dimakamkan di pemakaman umum Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji. “Bapak sakit prostat, jantung, dan stroke. Sempat dirawat di RSUD Depok dan Rumah Sakit Siloam," kata istri Hamsad Rangkuti, Nurwinda Sari (62) kepada Radar Depok. Hamsad dikenal keluarga sebagai seorang ayah yang baik, bahkan selalu membuka diri. Menceritakan keluh kesah kepada sang istri. "Almarhum baik banget, tidak pernah marah sama saya. Bisa dibilang dia suami terbaik dan jujur, apapun bentuk permasalahan selalu cerita ke saya. Jadi seluruh keluarga maupun rekan banyak yang suka," kisah Nurwinda. Nurwinda menuturkan, Hamsad menjadi teladan bagi rumah tangga. Semasa hidup, Hamsad selalu melarang istrinya memukul anak ketika bersalah. "Saya nggak boleh mukul anak, nggak boleh larang anak untuk mendapatkan jodoh seperti apa, dan tidak boleh pelit, meski dalam keadaan kekurangan," bebernya. Nurwinda menerawang jauh, ada satu sikap Hamsad yang selalu diingat, yaitu memberikan semangat untuk karya-karya penulis muda. Menurutnya, Hamsad selalu menggelorakan sikap pantang menyerah kepada seluruh penulis maupun seniman. Oleh sebab itu, Hamsad dikenal sangat dekat bahkan meskipun uzur, orang-orang di luar sering memanggilnya Bang Hamsad. "Dia bilang apa yang kalian akan tulis, ya sudah tulis saja, tidak usah minder. Biar mereka (masyarakat) dan waktu yang menilai. Jangan gentar dan takut. Makanya, dari anak-anak sampai yang dewasa selalu memanggil dia bang," paparnya. Hamsad sempat tiga bulan koma. Setelah mendapat perawatan di RSUD Depok, keluarga memindahkan ke Rumah Sakit Siloam, kemudian dirawat sendiri di rumah. “Beliau meninggal pukul 06.00. Saya waktu itu sedang menyiapkan obat sekitar pukul 05.30. Lalu saya sempat pegang badannya dan perut ternyata sudah dingin. Di situlah saya mengetahui beliau wafat," tutup Nurwinda. Hamsad sempat menurunkan satu karyanya yang paling menarik, yaitu novel berjudul 'Ketika Lampu Berwarna Merah'. Novel tersebut mencerminkan paradoks pembangunan yang dilakukan pemerintah. 'Ketika Lampu Berwarna Merah' memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 1980. Karya ini merefleksikan kehidupan para gelandangan dan kaum yang tergusur di Jakarta. Sahabat dekat Hamsad, Sutardji Calzoum Bachri juga mengucapkan turut belasungkawa karena kehilangan sahabat yang tulus dalam berkarya. “Saya turut berduka cita yang mendalam," ujar Presiden Penyair Indonesia ini. (irw)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X