Senin, 22 Desember 2025

Paguyuban Pengrajin Tempe Baktijaya : Dikelola Turun Temurun, Jualan Sejak era Soeharto (1)

- Senin, 27 Januari 2020 | 10:40 WIB
KOMPAK : Pengurus Paguyuban Pengrajin Tempe Kelurahan Baktijaya, berfoto bersama usai menggelar sebuah acara. FOTO : ARNET/RADAR DEPOK   Memproduksi makanan lezat bergizi tinggi tapi penuh kesederhanaan, yaitu tempe. Berkat tempe, akhirnya sejumlah warga membuat komunitas dengan label Paguyuban Tempe Kota Depok. Laporan: Arnet Kelmanutu RADARDEPOK.COM - Asap dari tungku kayu bakar memenuhi ruangan sempit berukuran 4x6 meter, milik Pendi (47) di kawasan RW22 Kelurahan Baktijaya, Kecamatan Sukmajaya. Di dalam ruangan itu terdapat empat orang pria, sibuk mengolah kedelai untuk dijadikan tempe. Pendi merupakan Ketua Paguyuban Tempe Kota Depok wilayah Timur. Saat awak media berkunjung, Pendi sedang mencetak tempe balok bersama rekannya. Sementara teman lainnya merebus kedelai pada tungku kayu, ada pula yang bertugas mencuci kedelai yang sudah digiling. Pemandangan itu sangat mencolok di tempat produksi tempe milik Pendi bersama rekan-rekannya. Meski kepulan asap memenuhi ruangan sempit berventilasi minim itu memerihkan mata Pendi, namun nampak sudah biasa. "Ini memang turun temurun, Saya enggak tahu tepatnya dimulai kapan. Yang pasti kakek saya sudah mulai berjualan tempe sejak era Soeharto," Ucap Pendi yang saat itu menghela nafas usai meracik kedelai menjadi tahu biasa. Sehari-hari, dirinya mengolah dua sampai tiga karung masing-masing berisi 50 kilogram kedelai untuk menghasilan puluhan balok tempe. Proses pembuatan tempe di tempatnya membutuhkan waktu empat hari sebelum dapat dijual ke pasaran. Membuat tempe menurut dia memakan waktu yang cukup lama. Mulai dari kacang kedelai direbus hingga matang, kemudian merendam selama semalam, menggiling kacang kedelai agar terbelah menjadi dua bagian dan terpisah dari kulitnya, sampai bisa dicetak menjadi tempe. Sebelum dicetak sesuai ukuran yang diinginkan, kacang kedelai yang telah digiling harus dicuci bersih terlebih dahulu guna menghindari kondisi asam. "Kalau asam enggak bakal bisa jadi tempe. Kedelai yang dicetak perlu ditaburi bersama ragi untuk menjadi tempe yang bagus," bebernya. Namun dirinya memperhatikan betul limbah, setiap limbah tempe dari tempat usahanya yang berasal dari kulit kedelai diletakan di depan pabrik. Namun dimasukan terlebih dahulu ke karung-karung yang sudah disediakan dan setelah itu beberapa hari sekali ada yang datang mengambil. "Iya betul katanya untuk pakan sapi. Saya juga nggak tahu persisnya," tuturnya. (*)   Editor : Pebri Mulya (IG : @pebrimulya)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X