Senin, 22 Desember 2025

BPS Prediksi Angka Kemiskinan Bertambah

- Kamis, 9 Juli 2020 | 09:53 WIB
PADAT PENDUDUK : Deretan rumah bedeng di area pemukiman padat penduduk di kawasan Kecamatan Pancoranmas, Rabu (8/7). FOTO : AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK   RADARDEPOK.COM, DEPOK – Pandemi Covid-19 diprediksi dapat memicu terjadinya kenaikan angka kemiskinan masyarakat di Kota Depok. Hal itu tak terlepas, dari dampak putus kerja yang diberlakukan perusahaan untuk menutupi kerugian selama wabah Virus Korona mendera empat bulan. Kasi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok, Bambang Pamungkas mengatakan, terjadinya pandemi Covid-19 di Kota Depok, diperkirakan akan berdampak terhadap angka kemiskinan. Apalagi, masyarakat Kota Depok mengalami pemutusan kerja dari perusahaan akibat Covid-19. “Kemungkinan besar bisa terjadi penambahan angka kemiskinan,” ujar Bambang Pamungkas kepada Radar Depok, Rabu (8/7). Namun, kata Bambang, tidak dapat memprediksi perkiraan angka penambahan maupun jumlah angka kemiskinan di Kota Depok. Angka kemiskinan di Kota Depok pada 2018 sebanyak 49.394 jiwa atau 2,14 persen, 2019 sebanyak 49.357 persen atau 2,07 persen, sedangkan untuk 2020 pihaknya belum memiliki data lengkap. Bambang mengungkapkan, berdasarkan Pendataan Basis Data Terpadu 2015, kecamatan dengan presentase penduduk miskin terbesar di Kota Depok, yakni Kecamatan Sawangan sekitar tujuh ribuan atau 4,5 persen. Kecamatan yang sedikit angka kemiskinannya berada di Kecamatan Cinere. “Angka kemiskinan Kecamatan Cinere pada 2015 sebanyak 1.400 jiwa atau 1,05 persen,” terang Bambang. Menurutnya, guna mengantisipasi meningkatknya angka kemiskinan dampak dari Covid-19. Pemerintah Kota Depok dapat memberdayakan masyarakat ekonomi kecil. Selain itu, masyarakat yang mampu secara ekonomi, sudah saatnya lebih dermawan kepada masyarakat yang ekonominya kurang. Dengan menjadikan kebiasaan berbagi kepada sesama. Bambang menuturkan, masyarakat dapat membantu masyarakat lain dengan membiasakan membeli di toko maupun warung tetangga, walaupun perbedaan harga berkisar Rp1.000 per barang. Dengan begitu dapat menghidupkan ekonomi kerakyatan. Masyarakat miskin, sambung dia, tidak hanya tanggungjawab pemerintah, namun menjadi tanggungjawab bersama. Selain itu, Pemerintah maupun instasi swasta dan masyarakat, dapat mengoptimalkan Kampung Siaga. “Optimalkan Kampung Siaga Covid yang sekarang ada, guna mengantisipasi dampak ekonomi,” tegas Bambang Perlu diketahui, sebelum terjadi Covid-19 Depok berhasil menjadi kota dengan persentase penduduk miskin terendah se-Jawa Barat pada tahun 2018, dengan angka 2,14 persen. “Raihan ini patut kita syukuri, kita menjadi (angka kemiskinan, red) yang terendah di Jabar, bahkan Depok juga ada di urutan ketiga se-Indonesia,” ungkap Wakil Walikota Depok, Pradi Supriatna kepada Radar Depok. Pradi mengaku, angka kemiskinan berangsur-angsur turun. Seperti pada 2018, Pemkot Depok menargetkan di angka 2,18 persen, namun tercapai 2,14 persen. Begitu juga di 2019, pihaknya menargetkan di angka 2,14 persen, tetapi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok berada di angka 2,07 persen. “Data 2019 segera dirilis. Hasil ini berkat kerjasama tim TKPKD kemudian stakeholder, BPS, serta organisasi masyarakat hingga individu yang berbuat dalam mengentaskan kemiskinan,” tegas Pradi. Meski demikian, tantangan ke depan lebih besar lagi. Semakin kecil angka kemiskinan semakin timbul permasalahan kompleks dalam pengentasan kemiskinan. “Maka itu kita melakukan rapat hari ini untuk mendengarkan arahan dari pusat. Tentang apa saja, intervensi yang bisa kita lakukan agar angka miskin di Kota Depok semakin rendah,” ujarnya. Dia menambahkan, kedepan pihaknya akan terus memutakhirkan data kemiskinan di Kota Depok agar dapat tepat sasaran. Misalnya dengan ketentuan harus menggunakan data valid by addres dan by name. “Koordinasi antara perangkat daerah juga harus diperkuat dengan kerja keras dan kerja cerdas kita. Sembari tadi saya mendorong agar pusat dapat membangunkan gedung kreatif center di Kota Depok sebagai wadah kreatifitas masyarakat Kota Depok dalam meningkatkan ekonomi,” tuturnya. Sementara, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa mengatakan, dampak wabah membuat banyak orang kehilangan pekerjaan, kekurangan penghasilan, serta terbatasnya akses pelayanan dasar. "Untuk mengatasi hal tersebut sekaligus sebagai upaya mencapai kemiskinan ekstrem pada tahun 2024, Bappenas menyusun strategi reformasi perlindungan sosial. Prasyarat dalam strategi tersebut adalah penyempurnaan data kemiskinan yang harus dimulai dari tingkat desa," katanya. Untuk itu, lanjut Suharso, Bappenas mengusulkan penyusunan social registry yang mencakup 100 persen penduduk, dimulai dengan digitalisasi monograf desa. "Untuk itu perlu ada penguatan sistem perencanaan berbasis bukti di tingkat daerah," ujarnya. Pada 2018, Bappenas telah merilis Sepakat atau Sistem Perencanaan Penganggaran, Pemantauan Evaluasi dan Analisis Kemiskinan Terpadu (Sepakat). Sistem ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan, pengentasan kemiskinan esktrem yang berbasis bukti adaptif terhadap bencana. "Sepakat juga bisa menjadi digitalisasi monograf desa yang terintegrasi, yaitu pendataan dan analisis proses perencanaan, penganggaran, monitoring, dan evaluasi yang inklusif. Semua rangkaiannya dilakukan secara otomatis dengan pendekatan holistik, integratif dan spesial," tuturnya. Suharso menambahkan, saat ini Sepakat telah diimplementasikan di 124 kabupaten/kota dan 7 provinsi untuk penyusunan RPJMN dan RPJMND. Dalam RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan Sepakat digunakan di seluruh kabupaten/kota seluruh Indonesia. (rd/dic)   Jurnalis : Dicky Agung Prihanto (IG : @iky_slank) Editor : Pebri Mulya

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X