Senin, 22 Desember 2025

Lebih Dekat dengan Kasi Humas Polsek Sukmajaya, Aiptu Warsito (1) : Ranking Pertama di STM, Jualan Bakso Sambil Sekolah, jadi Kuli Bangunan di Cilodong

- Kamis, 28 Oktober 2021 | 22:57 WIB

Pahit, manis, asam garam kehidupan dirasakan Warsito sejak kecil. Dilahirkan dari keluarga sederhana, membuat semangatnya berkobar untuk terus belajar dalam situasi dan kondisi apapun. Sampai akhirnya, selama duduk di bangku Sekolah Teknik Menengah (STM) di Surabaya, Pemerintah RI kala itu memberikan guyuran beasiswa untuknya.


Laporan : Daffa Andarifka Syaifullah


RADARDEPOK.COM, Pria 45 tahun itu tengah duduk di dalam ruangan Humas Polsek Sukmajaya. Sambil mengoperasikan komputer, Aiptu Warsito mengingat-ingat kenangan semasa kecil di kampung halamannya, Pasuruan, Jawa Timur.


Usia muda menjadi kenangan tersendiri bagi Warsito, apalagi saat-saat duduk di bangku STM Jurusan Bangunan. Anak kedua dari empat bersaudara ini sejak tahun pertama sekolah, sudah harus berjuang lebih dibandingkan anak-anak sebayanya. Baik dalam sisi waktu belajar, bermain, sampai waktu istirahat.


"Keluarga saya adalah ekonomi menengah ke bawah. Tetapi bukan menjadi halangan, malah terus semangat sekolah dan ketika pulang saya berjualan bakso milik adiknya ibu saya di wilayah sekitaran tempat tinggal," ujarnya.


Sebelum berjualan, baju seragamnya dilepas terlebih dahulu. Menggantinya dengan kaos, dengan tetap memakai celana abu-abu. Buku pelajaran disimpannya di laci gerobak. Maklum, jika bertemu temannya, dia akan merasa malu.


"Jadi sekolah dari jam 5 pagi sampai jam 1 siang. Terus langsung jualan bakso hingga jam 12 malam. Kalau ketemu teman malu. Disaat malu buku-buku sekolah itu tetap saya bawa ke grobak, jadi kalau ketemu temen saya ngumpet di sebuah poskamling sambil baca buku pelajaran," ungkapnya sambil terkekeh.


Dalam sehari, Warsito hanya memanfaatkan waktu tidur hanya lima jam saja. Dari usaha berniaga itu, biasanya dia akan mendapatkan upah sebesar 10 persen. Harga bakso kala itu terbilang sangat murah. Rp150/ porsi saja.


"Dulu kalau untungnya Rp80 ribu, saya dapet 10 persen jadi Rp8 ribu. Uangnya buat memenuhi kebutuhan seperti beli buku, ongkos sekolah dari Pasuruan ke Surabaya menggunakan kereta," tuturnya.


Usaha yang dilakukan akhirnya berbuah manis juga. Meski banyak waktu yang digunakan untuk jadi tukang bakso, dia dikenal sebagai anak yang pandai dan berprestasi. Bagaimana tidak, peringkat pertama selalu digaet dari kelas 1 sampai kelas 3 STM.


"Sekolah juga mengajukan saya untuk mendapatkan beasiswa supersemar dan Alhamdulillah dapat jadi perwakilan dari Pasuruan. Dulu tiap tingkatan berbeda nominal yang diterima, mulai dari Rp150 ribu/tahun sampai Rp170/tahun. Saya lupa pastinya," terangnya.


Begitu lulus dari sekolah tahun 1996, karena Beasiswa Supersemar, dirinya diminta oleh sebuah perusahaan untuk bekerja sebagai konsultan bangunan. Setelah menerima tawaran, Warsito bekerja dengan tekun dan tetap memegang prinsip hidupnya.


"Kerja disana cuma satu tahun, akhirnya saya keluar karena bertolak belakang dengan hati saya. Kemudian merantau ke Jakarta mencari pekerjaan, kerasnya ibukota membuat saya pernah menjadi kuli bangunan di Cilodong," tutupnya. (bersambung)


Editor : Junior Williandro

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X