Minggu, 21 Desember 2025

Kali Pertama Nonton di Kanjuruhan, Farzah Jadi Korban Meninggal Ke-135

- Rabu, 26 Oktober 2022 | 08:45 WIB
fin (kanan) ayah mendiang Farzah dipeluk pelayat saat pemakaman di TPU Sudimoro, Kota Malang (24/10). (Darmono/Jawa Pos Radar Malang)
fin (kanan) ayah mendiang Farzah dipeluk pelayat saat pemakaman di TPU Sudimoro, Kota Malang (24/10). (Darmono/Jawa Pos Radar Malang)

RADARDEPOK.COM - Satu lagi korban tragedi Kanjuruhan yang dirawat di RSUD dr Saiful Anwar (RSSA) meninggal dunia. Dia adalah Farzah Dwi Kurniawan Jhovanda, 20, warga Jalan Sudimoro Utara, Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Lowokwaru. Farzah mengembuskan napas terakhir setelah dirawat selama 23 hari dan menjadi korban meninggal yang ke-135.

Data medis yang diterima Crisis Center Insiden Stadion Kanjuruhan menyebutkan, Farzah didiagnosis mengalami trauma otak, infeksi paru, syok sepsis, observasi kejang, dan patah tulang.

Dia sempat dirawat di HCU RSSA karena masuk dalam kategori luka berat. Kemudian pada 4 Oktober 2022, Farzah menjalani CT Scan karena mengalami pembengkakan otak, patah tulang, dan infeksi paruparu. Setelah itu dia dipindah ke ruang ICU dan menggunakan bantuan ventilator.

Kabar itu juga dibenarkan dokter yang merawat Farzah, dr Muhammad Akbar Sidiq Sp.An. Dia menjelaskan, remaja laki-laki berusia 20 tahun itu dikirim ke RSSA dalam kondisi luka berat dan kritis. Bahkan kekurangan oksigen.

“Karena kami perlu melakukan berbagai macam tindakan dan perawatan khusus secara intensif, maka yang bersangkutan di-swab lebih dulu,” kata Akbar.

Ternyata hasil swab Farzah positif Covid-19. Karena itu dia memerlukan perawatan di ruang rawat infeksi.

Selama dirawat, tim dokter menemukan trauma di beberapa bagian tubuh. Seperti pada kepala, dada, perut, paruparu, serta bagian-bagian lainnya. Karena itu, para dokter melakukan pemasangan ventilator.

Pemasangan ventilator berlangsung selama hampir dua minggu. Dalam kurun waktu tersebut, kondisi Farzah sempat membaik meski naik turun akibat kritis. Hingga akhirnya, Farzah dinyatakan meninggal dunia pada 23 Oktober pukul 22.50.

“Penyebab kematiannya bukan karena Covid-19. Melainkan karena multiple trauma dan hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan) yang memberatkan kondisi pasien,” terang dokter spesialis anestesi tersebut.

Sementara itu, Wakil Direktur Pelayanan Medik RSSA dr Syaifullah Asmiragani Sp.OT menepis kabar bahwa Farzah sengaja di-Covid-kan.

Dia menegaskan, Farzah positif Covid-19 sampai dengan hasil swab terakhir pada 15 Oktober lalu. Namun proses pemakaman Farzah dilakukan tanpa protokol kesehatan lantaran virusnya sudah tidak terlalu aktif.

Syaifullah juga menerangkan bahwa foto paru Farzah sudah membaik. Yang menjadi masalah adalah komplikasi infeksi, sehingga membuat tim dokter sulit menangani pasien.

“Kemampuan untuk melawan kuman tidak bagus. Sempat kami lepas sebentar ventilatornya. Meski kesadarannya membaik, tapi kualitasnya masih kurang begitu baik. Dia juga belum bisa diajak berkomunikasi,” bebernya.

Saat kondisi Farzah memburuk lagi, pihak RSSA melakukan intubasi. Menurut Syaifullah, salah satu yang memperburuk kondisinya adalah diffused axonal injury yang diperparah oleh hipoksia. Artinya, jika otak kekurangan oksigen atau hipoksia, maka akan terjadi kerusakan.

Pendiam, Tapi Aktif di Kampus

Pada 6 Oktober lalu, Jawa Pos Radar Malang sempat berbincang dengan Yuyun Sri Wahyuni, ibunda Farzah. Saat itu, Yuyun bersama suaminya, Arifin, dan sejumlah anggota keluarga sedang menanti Farzah yang masih terbaring di ICU.

Saat ditanya kondisi Farzah saat itu, Yuyun mengungkapkan bahwa anak bungsunya tak kunjung sadar. Farzah juga mengalami pendarahan di otak, punggungnya mengalami lebam, dan wajahnya menghitam.

Yuyun menceritakan, pertandingan Arema FC melawan Persebaya pada 1 Oktober lalu merupakan momen pertama Farzah menonton sepak bola di stadion.

Semula pihak keluarga sempat melarang anaknya itu berangkat ke Kanjuruhan. Namun lantaran sudah ada pemberitahuan bahwa suporter Persebaya tidak akan hadir, Yuyun akhirnya mengizinkan anaknya itu berangkat.

“Dia berangkat dengan temanteman kampung jam delapan malam. Ada sekitar 10 orang. Teman-temannya sudah pulang dalam keadaan sehat. Kanca–kancane wis melek kabeh, anakku gak melek dewe,” ungkap Yuyun sembari mengusap air mata.

Yuyun mendapat kabar bahwa anaknya menjadi korban sekitar pukul 00.30. Menurut informasi, Farzah dibawa seseorang ke Rumah Sakit Wava Husada. Namun karena kejang-kejang terus menerus, mahasiswa Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) angkatan 2020 itu akhirnya dirujuk ke RSSA.

“Katanya kejang-kejang karena kekurangan oksigen. Sempat terkena infeksi paru karena katanya banyak menghirup gas,” imbuh Yuyun.

Semasa hidup, keluarga mengenal Farzah sebagai sosok yang pendiam. Yuyun menuturkan, sebelum diterima di UMM, Farzah sempat bercita-cita menjadi polisi. Namun, karena badannya kurang tinggi, Farzah akhirnya memilih melanjutkan kuliah di teknik sipil.

Meski pendiam, di kampus Farzah cukup aktif. Tessa Calista, salah satu temannya, mengatakan bahwa Farzah ditunjuk sebagai asisten laboratorium gambar (Autocad).

“Dia juga ditunjuk sebagai perwakilan kelas di salah satu mata kuliah. Kemudian mengikuti lembaga kampus yang berkaitan dengan riset dan sering ikut berbagai perlombaan,” tandas Tessa.(JPC)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X