Bermula dari keluarga kecil sederhana, hingga keluarga besar yang menjadi Kampung Cina Bona Limo. Warisan keluarga sampai tradisi dilestarikan untuk generasi ke generasi.
Laporan : Audie Salsabila Hariyadi
RADARDEPOK.COM, Angin berhembus seraya menyentuh rumput alang-alang agar mereka bergoyang meliuk-liuk. Terdengar suara rumput sedang dipotong menggunakan arit atau celurit. Thio Engkay, kerap disapa Engkong Engkay. Dia adalah tokoh tertua dari Kampung Cina Bona Limo yang sedang merapikan makam-makam leluhurnya.
Baca Juga: Vihara Gayatri Depok Bersiap Sambut Imlek
Makam Keluarga Tionghoa tersebut tidak jauh dari Kampung Cina. Mungkin membutuhkan sepuluh langkah. Senja itu, anaknya yang termuda mengantar makanan dan minuman untuk sang ayahanda. Menghampiri dengan riang untuk mengabari kabar gembira. Perasaan tidak sabar untuk berbagi bahagia.
“Pak, ini makanan dari ncing,” bilangnya dengan senyum sumringah.
“Wah, ada apa aja ini?” tanya Engkay dengan antusias.
“Ada kwetiau goreng sama fu yung hai, ncing bikin banyak tadi,” ujarnya sambil membuka satu – satu tutup rantangnya.
Baca Juga: Sri Utami: Musrenbang PGS Diharapkan Lebih Ramah Lingkungan
“Wah mantep banget ini. Bilang makasih ya buat ncing. Oh iya, yang di rumah sudah dapat belum?” tanyanya untuk memastikan.
“Sudah dong. Tinggal bapak doang ini,” jawabnya dengan yakin. “Kalau gitu, aku tinggal dulu ya pak, mau lanjut kerja,” sambungnya.
“Yaudah, yaudah. Makasih ya dek,” ucapnya sambil melihat anaknya menggangguk dan pergi meninggalkannya.
Kampung Cina Bona Limo yang berada di Jalan H. Bona RT5/RW8, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo ini sudah ada sejak Engkay lahir. 1953 memulai kehidupannya di kampung tersebut sampai di umur 70 tahunnya ini. Dalam satu kampung tersebut, dihuni oleh keluarga Thio yang berjumlah 50 keluarga.
Baca Juga: Buka Informasi Tentang Perguruan Tinggi, DEF 2023 Dihadiri Ribuan Masyarakat
Bapak dari enam orang anak tersebut menceritakan, bahkan sebelum dia lahir, sudah terbentuk kampung berhiaskan lampion merah ini. Dimulai dari kongco (sebutan kakek buyut untuk keluarga tionghoa), yang tinggal di kampung tersebut untuk mengurusi tanah dari pemilik seorang saudagar. Bertahun – tahun menjadi pegawai tanah, membuat keluarga kecil hingga menjadi keluarga besar, bahkan sampai membuat kampung sendiri.
Artikel Terkait
Buka Informasi Tentang Perguruan Tinggi, DEF 2023 Dihadiri Ribuan Masyarakat
Gedung Kelurahan PGS di Depok Usung Konsep Ramah Difabel
Aparatur di Kecamatan Bojongsari Depok Jadikan Sepakbola Sebagai Olahraga Rutin
Pomade Hadir Mewarnai Kota Depok
Sri Utami: Musrenbang PGS Diharapkan Lebih Ramah Lingkungan