Senin, 22 Desember 2025

Pascasarjana FKM UI Bahas Cara Bertahan, Berdaptasi dan Mitigasi Saat Cuaca Berubah

- Kamis, 16 Juni 2022 | 16:08 WIB
ZOOM: Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) yang mengikuti mata kuliah Kesehatan Lingkungan Bencana dan Tanggap Darurat, menyelenggarakan Seminar Online FKM UI SERI 13 pada Kamis (16/6) melalui aplikasi zoom dan live streaming youtube. FOTO: ISTIMEWA
ZOOM: Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) yang mengikuti mata kuliah Kesehatan Lingkungan Bencana dan Tanggap Darurat, menyelenggarakan Seminar Online FKM UI SERI 13 pada Kamis (16/6) melalui aplikasi zoom dan live streaming youtube. FOTO: ISTIMEWA

RADARDEPOK.COM, DEPOK – Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), yang mengikuti mata kuliah Kesehatan Lingkungan Bencana dan Tanggap Darurat, menyelenggarakan Seminar Online FKM UI SERI 13, Kamis (16/6) melalui aplikasi zoom dan live streaming youtube.

Seminar Online FKM UI ini diikuti seribu peserta yang telah mengisi daftar hadir, dan berasal dari berbagai institusi serta daerah di Indonesia. Diikuti dan disaksikan langsung oleh berbagai peserta dengan latar belakang berbeda-beda. Seperti mahasiswa, akademisi, praktisi kesehatan, dan masyarakat umum.

Seminar Online FKM UI Seri 13 mengusung tema “Climate Change: How We Survive, Adapt, and Mitigate” dengan harapan peserta mampu meningkatkan wawasan masyarakat mengenai pentingnya melakukan mitigasi bencana yang timbul dari perubahan iklim yang sedang terjadi.

Seminar Online ini juga bertujuan penting yaitu menjadi referensi pengembangan regulasi, kebijakan, dalam mitigasi bencana akibat climate change.

Hadir pula dalam seminar online ini, di antaranya Ketua Pelaksana, Adhika Paramasatya, SKM, Dekan FKM UI, Prof. dr. Mondastri Korib Sudaryo, M.S., D.Sc. yang dalam hal ini diwakilkan oleh Dr. Milla Herdayanti, SKM, M.SI. selaku Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura, dan Administradsi Umum.

-
SEMINAR ONLINE: Kegiatan seminar online FKM UI diikuti peserta yang berasal  dari berbagai institusi, serta daerah di Indonesia. FOTO: ISTIMEWA

Pemaparan pertama disampaikan Akademisi Institut Pertanian Bogor, Perdinan, Ph.D., MNRE dengan judul materi “Aksi Perubahan Iklim, Sudah Siapkah?”.

“Perubahan iklim dan polusi udara saat ini telah menduduki posisi pertama dalam ancaman global terhadap kesehatan pada tahun 2019 menurut WHO,” ungkap Perdinan.

Perdinan juga menuturkan bahwa aktivitas manusia saat ini menjadi critical point yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim secara global, dimana seharusnya manusia harus melakukan aktivitas-aktivitas pemberdayaan ekonomi yang berimbang dengan memikirkan kelestarian alam.

“Perubahan iklim di Indonesia telah memberikan dampak pada berbagai bidang seperti terganggunya proses produksi padi, banjir di berbagai daerah, timbulnya berbagai macam gangguan kesehatan yang mana mengarahkan pada kerugian hingga ribuan triliun rupiah,” tuturnya.

Selain itu lanjutnya, menuturkan tenaga kesehatan masyarakat saat ini harus mampu menemukan solusi perubahan iklim dengan mengadaptasi tindakan pencegahan dan penanggulangan timbulnya penyakit dimasyarakat dengan mangaitkan faktor keadaan cuaca, suhu, dsb di lokasi tertentu.

“Aksi perubahan iklim saat ini harus berorientasi pada SDGs 13th yaitu respons terhadap dampak dimana terbagi atas dua aspek. Yaitu mitigasi dan adaptasi dengan target utama memperbaiki pendidikan, penyadaran, dan juga kapasitas baik manusia maupun institusi terhadap mitigasi perubahan iklim, adaptasi, pengurangan dampak, dan peringatan dini,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Pusat Pengurangan Risiko Bencana, Universitas Indonesia, Prof. Dra Fatma Lestari, M. Si., Ph.D menyampaikan materi dengan judul “Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Risiko dan Mitigasi Bencana di Indonesia”.

“Perubahan iklim saat ini memberikan dampak kepada lingkungan, manusia, kerugian harta benda, hingga gangguan kesehatan secara langsung dan tidak langsung dimana 80 persen bencana di Indonesia akibat dampak perubahan iklim didominasi oleh banjir (39 persen),” terangnya.

Kemudian, bencana akibat perubahan iklim secara spesifik pada aspek kesehatan masyarakat menyebabkan banyak anak mengalami kekurangan gizi, lebih dari 150 juta orang berpotensi terkena malaria, 10 juta anak mengalami stunting, hingga menyebabkan membengkaknya biaya untuk berobat kesehatan.

“Saat ini seluruh stakehoders jangan hanya terfokus pada bencana yang disebabkan oleh alam, tetapi juga bencana-bencana ulah aktivitas manusia seperti bencana industri yang tidak kalah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang luar biasa,” tegasnya.

Selanjutnya pemaparan ketiga disampaikan oleh Any Adelina Hutauruk, SKM, MSc.PH. menyampaikan materi dengan judul “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan Masyarakat di Indonesia”.

“Perubahan iklim saat ini merupakan sebuah keniscayaan yang sudah dan sedang terjadi, sehingga diperlukan penanganan yang segera dimulai dari skala local,” ujarnya.

Ia menjelaskan dampak perubahan iklim mencakup banyak aspek mulai dari frekuensi turunnya hujan yang sangat sering, kekeringan kekurangan air bersih dan sanitasi, sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan panen, kelaparan, menganggu derajat kesehatan manusia mulai dari segala kelompok umur, dsb.

“Sistem kesehatan yang tahan iklim adalah sistem yang mampu mengantisipasi, merespons, memulihkan diri dan beradaptasi dengan guncangan dan tekanan terkait iklim, sehingga membawa perbaikan kesehatan masyarakat yang berkelanjutan dimana hal ini telah didukung oleh kerangka kerja operasional WHO yang memuat isu tersebut,” tandasnya.

Selanjutnya, pemaparan disampaikan Direktur Utama PT. Tirta Asasta Kota Depok, M. Olik Abdul Holik., Ak., M.Si. menyampaikan materi “Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Bagi Masyarakat pada Kondisi Perubahan Iklim dan kerentanan Lingkungan”.

“Tujuan penyelenggaraan penyediaan air minum adalah untuk memenuhi hak rakyat atas air minum, dan terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau,” ucapnya.

Selain itu, terdapat penerapan bagi PDAM seluruh Indonesia adalah minimum pemakaian air yang bisa disubsidi adalah 1-10 m3. Kondisi saat ini dalam penyelenggaran SPAM adalah banyak warga yang terkendala mendapatkan sumber air bersih, aman, dan sehat. Ia menjelaskan beberapa warga juga masih memakai air sumur dalam dan masih berpotensi mengandung bakteri pathogen, besi, mangan dan bersuhu tinggi yang tentunya belum tentu aman bagi kesehatan.

“Saat ini terdapat 10 persen masyarakat Indonesia yang kualitas air minumnya belum layak karena masih menggunakan air tadah hujan, karena tidak memiliki air sumur dan kualitas air tanahnya yang buruk,” katanya.

Pemerintah berharap agar masyarakat beralih ke dalam sistem air perpipaan sehingga dapat mengonsumsi air minum yang layak. Oleh karenanya, dibutuhkan penguatan peran pemerintah dan PDAM.

“Penyelenggaraan SPAM berjalan dengan baik dibutuhkan koordinasi antar stakeholder. Seperti Pemda, Kemen PUPR, Kemenkes, Kemendes, Donor/swasta, Kemen ESDM, Kemen Lautan dan Perikanan, dan Kemendagri,” pungkasnya. (gun/**)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

LDKS jadi Fondasi Kepemimpinan Siswa SMKN 3 Depok

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:15 WIB

Perayaan Natal TK dan SD Kwitang 8 PSKD Penuh Sukacita

Senin, 15 Desember 2025 | 21:57 WIB
X