DEPOK – Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) baru-baru ini membentuk Aliansi Digital Keamanan Siber bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Microsoft Indonesia untuk meningkatkan urgensi akademisi, pemerintah, dan pelaku industri terhadap pentingnya kemanan siber di Indonesia.
Melalui Aliansi ini, FHUI, BSSN, dan Microsoft Indonesia akan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan untuk menjaring aspirasi guna merumuskan kebijakan ketahanan siber yang dapat mendorong penguatan keamanan siber nasional. Sejumlah aktivitas yang dilakukan antara lain meliputirangkaian Focus Group Discussion (FGD), sertaperumusan dan diseminasi‘Kertas Kebijakan Keamanan dan Ketahanan Siber Indonesia’.
“Saat ini, Indonesia merupakan negara pengguna internet terbanyak nomor empat di dunia. Jadi dibutuhkan perencanaan dan perumusan kebijakan keamanan siber untuk dapat memitimigasi profil risiko Indonesia yang tinggi, dan bahkan mengubahnya dapat menjadi peluang.Hal ini karena sifat isu keamanan siber tersebut tidak hanya dari segi makro, tetapi juga dari mikro. Dimana setiap pihak yang memanfaatkan teknologi digital yang terhubung dengan jaringan global memiliki kerentanan dan risiko atas keancaman-keamanan siber,” papar Dosen FHUI Dr. Abdul Salam
Berlandaskan kepada kondisi tersebut, sebuah ‘Kertas Kebijakan Keamanan dan Ketahanan Siber Indonesia’ telah dirumuskan.Beberapa poin rekomendasi yang disampaikan dalam Kertas Kebijakan. Pertama, diperlukan kebijakan yang jelas tentang keautentikan hukum dengan memerhatikan aspek confidentiality, integrity, authorization, authenticity, dan non-repudiation sehingga sistem elektronik yang dijalankan dapat dijamin keautentikan dan keterpercayaannya.
Kedua, perlu segera disahkannya RUU Keamanan dan Ketahanan Siber serta RUU Pelindungan Data Pribadi, dengan tujuan diantaranya agar dapat mengakomodasi atau mengatasi permasalahan terkait dengan keamanan dan ketahanan siber seluas dan sekomprehensif mungkin, dengan mempertimbangkan simplifikasi dari pengaturan pelaksanaan.
Ketiga, setidaknya diperlukan enam tujuan pada saat merumuskan kebijakan ketahanan siber, yaitu peningkatan kesadaran (awareness) kepada masyarakat terkait keamanan berinternet serta kapasitas sumber daya manusia, mengakomodasi penegakan hukum serta melindungi privasi individu, mengakomodasi kolaborasi antarnegara terkait penyelesaian isu siber transnasional dan barang bukti elektronik, menciptakan standar yang jelas dalam penggunaan teknologi informasi, menciptakan standar minimum seperti standar minimum pengelolaan data, dan memberikan kepastian hukum
Keempat, diperlukan peran aktif serta kolaborasi quad-helix seperti pemerintah, industry, akademisi, masyarakatdalam tata kelola keamanan dan ketahanan siber, termasuk dalam perencanaan, perumusan, implementasi, termasuk crisis management centre, dan evaluasi kebijakan termasuk penegakan hukumnya.
Kelima, pentingnya akselerasi adopsi teknologi komputasi awan yang lebih terjamin keandalanya dalam memberikan pelayanan kepada pengguna sistem elektronik yang lebih terjamin aman dan reliable.
Koordinator Kelompok Pengelolaan Strategi Peningkatan Keamanan Siber dan SandiBSSN, Nia Wahyu mengatakan, sangat mengapresiasi bahwa kertas kebijakan ini bermanfaat bagi kami di pemerintah, terutama BSSN,dalam menyusun kebijakan-kebijakan terkait dengan ketahanan dan keamanan siber, yang salah satunya sudah disusun oleh Fakultas Hukum UI.
“Dengan menanggapi secara subtansi, kami sepakat bahwa RUU KKS dan RUU Data Pribadiperlu segera disahkan,” jelas Nia.
Sejalan dengan rekomendasi yang disampaikan, percepatan penggunaan teknologi komputasi awan yang mengadopsi praktik terbaik global dan cross border data yang amanjuga dianggapdapat menjadisalah satu upaya bersama dalam menekanserangan siber.
Sementara, Corporate Affairs Director Microsoft Indonesia, Ajar Edi mengakui, aliansi ini penting untuk memperkuat pertahanan yang dapat meningkatkan laju kegagalan serangan siber. Misalnya dengan menerapkan arsitektur yang mendukung prinsip-prinsip Zero Trust, dan memastikan manajemen risiko dunia maya terintegrasi ke dalam setiap aspek bisnis.
“Dari sisi Microsoft, kami juga selalu transparan dengan kebijakan, praktik operasional, dan teknologi yang membantu menjamin keamanan, kepatuhan, serta privasi data pengguna di seluruh layanan Microsoft. Salah satunya dengan memastikan pengguna memegang kendali atas data mereka ketika data mereka disimpan di public cloud Microsoft,”ujarnya.
Selain dari sisi kebijakan dan teknologi, Aliansi Digital ini juga diharapkan dapat mendorong kepemimpinan Indonesia di bidang keamanan siber, khususnya menyambut Presidensi G20 dan ASEAN di Indonesia.
Menaggapi hal tersebvut, Dekan FHUI Dr. Edmon Makarim memaparkan, keamanan siber menjadi aspek krusial yang perlu dipertimbangkan oleh setiap pemangku kepentingan. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga pihak-pihak lain seperti akademisi, praktisi, industri, dan unsur civil society. Dalam berbagai diskusi yang terjadi di Aliansi Digital ini, FHUI, BSSN, dan Microsoft Indonesia sepakat perlunya kontribusi aktif dalam kolaborasi triple helix hingga quadruple-helix untuk menjaring aspirasi dan masukan guna merumuskan kebijakan ketahanan siber Indonesia.
“Karena itu, dalam perumusan kebijakan dan implementasi hukum yang ada, kita perlu melibatkan partisipasi seluas-luasnya dari pemangku kepentingan, sehingga nantinya tercipa sinergi yang kolaboratif antar pemangku kepentingan yang ada, termasuk juga unsur industri dan masyarakat,” tutupnya. (arn)
Editor : Arnet Kelmanutu