Senin, 22 Desember 2025

47 Rumah di Beji Diratakan

- Rabu, 24 Mei 2017 | 08:25 WIB
DIGUSUR: Petugas dari PN Depok mengeksekusi 47 rumah yang berada di lahan 7.131 meter di Jalan Sempu 5, Kecamatan Beji, Selasa (23/5). Foto: Ahmad Fachry /Radar Depok RADAR DEPOK.COM, BEJI – Sebanyak 47 rumah di kawasan Jalan Sempu, Kelurahan Beji Timur (Betim), Kecamatan Beji diruntuhkan oleh alat berat yang diturunkan dari Pengadilan Negeri Kota Depok. Hal ini, lantaran pihak dari Marthalena Sebayang memenangi sengketa tanah seluas 7.131 meter persegi dengan Mursali di PN Kota Depok. Tidak ada perlawanan dari warga yang tinggal di bangunan saat pengeksekusian lahan tersebut. Salah satu warga yang tinggal di lahan tersebut, Yusron (40) mengatakan, semua ini berawal dari sengketa tanah, antara Mursalih dengan Marthalena Sebayang beberapa tahun lalu. Sampai akhirnya di persidangan di PN Kota Depok, status kepemilikan tanah tersebut, resmi jatuh ke tangan Marthalena. Di saat itu, Yusron membeli tanah tersebut, tanpa mengetahui adanya permasalahan sengketa tanah antara Mursalih dengan Marthalena. “Sejak membeli sampai sekarang ini, kami belum memiliki sertifikat. Karena, Mursalih belum memecah sertifikat atas tanah tersebut. Tetapi, karena tidak tahu ada permasalahan tersebut, tiba-tiba sertifikatnya sudah jatuh ke tangan Marthalena,” ucapnya. Warga lainnya, Andrianna (38) menuturkan, warga yang terkena gusuran tersebut, terbagi menjadi dua kubu. Ada beberapa warga yang berada di kubu Mursalih, dan ada juga yang berada di kubu Martha. Andrianna yang berada di kubu Mursalih mengaku telah dijanjikan tanah dan bangunan di kawasan Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji. “Ada sekitar 26 warga yang sudah dijanjikan kompensasi tanah. Meskipun beberaapa barang sudah dipindahkan, tetapi belum bisa masuk, karena belum melakukan pembayaran awal,” jelasnya. Sementara itu, kuasa hukum warga, Herman Dionne, mengatakan, eksekusi lahan tersebut dianggap ilegal, pasalnya pihaknya sedang melakukan gugatan perlawanan eksekusi di Pengadilan Negeri Depok dan telah memasuki sidang kali kedua. “Semestinya kan, harus ada penundaan, pasalnya kami yang sedang melakukan perlawanan eksekusi, dan saat proses eksekusi ini berlangsung berbarengan dengan jadwal sidang kedua,” katanya. Selain itu, lanjut Herman, ada banyak kejanggalan yang ditemuinya dalam proses eksekusi lahan tersebut, mulai dari pemberitahuan eksekusinya yang terlalu cepat. Baru turun dari MA, dua tiga hari, langsung ke warga dan langsung ada aanmaning (putusan Inkracht) untuk menghadap tanggal sekian. “Setelah aanmaning tersebut, kami terima langsung kami ajukan gugatan perlawanan, hingga saat ini,” ungkapnya. Menurut Herman, ada indikasi tak sehat dalam proses kasus hukum ini, antara lain karena pejabat PN Depok yang hendak dimutasi pada bulan ini, “Kepala PN-nya mau ke Batam dalam pekan ini. Apa karena ini, makanya diburu buru?,” katanya. Pihaknya tak ingin tinggal diam, kedepan, Herman dan kliennya akan melaporkan hal tersebut kepada Komisi Yudisial, Mahkamah Agung serta KPK. “Saya nggak akan berhenti akan terus berjuang, karena kasihan warga mau tinggal dimana,” lanjutnya. (ade/mg1)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X