Senin, 22 Desember 2025

Tempat Berkumpul Ulama, Tradisi Sedekah Bumi yang Sudah Hilang

- Selasa, 20 Juni 2017 | 09:30 WIB
SAKSI SEJARAH: Ketua LPM Kelurahan Sukamaju Baru, Supriadi menunjukan Makam Raden Pakpak di RT01/07. Foto: Ricky /Radar Depok. Di Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, terdapat situs Kramat Petilasan Raden Pakpak dan Nyi Ratu Agung. Raden Pakpak sendiri merupakan seorang ulama yang menyebarkan Islam di bumi Jawa Barat. Laporan: Ricky Juliansyah /Radar Depok Menyusuri jalan lingkungan, entah berapa belokan telah dilewati, sampailah Radar Depok yang ditemani Ketua LPM Kelurahan Sukamaju Baru, Supriadi ke tempat petilasan Raden Pakpak. Sebuah pintu kecil, di sebelah kiri dengan pagar yang terbuat dari tembok bertengger kuat. Masuk ke dalam tiga buah batu yang di depannya ada pohon jarak. “Dulu ada pohon Sengon, ukurannya besar, tapi lama-kelamaan mati, jadi ditanam pohon Jarak,” kata Supriadi. Sementara di belakangnya, terdapat pendopo permanen, cukup untuk menampung 20 hingga 30 orang yang datang ke lokasi tersebut. Berdasarkan penuturan Supriadi, dahulu luas areal petilasan Raden Pakpak sampai 100 meter. Tapi sekarang tinggal 50 meter. Situs yang terdapat di lingkungan RT01/07 berdasarkan penuturan orangtua terdahulu, merupakan petilasan Radek Papak dan Nyi Ratu Agung, penyebar agama Islam di Sukamaju Baru. Tempat petilasan tersebut digunakan untuk pertemuan dan musyawarah para ulama yang hidup di zamannya. Pakpak sendiri adalah batu besar yang sejajar, saat itu dipakai menggelar sajadah untuk salat Raden Pakpak dan para ulama lainnya. Dulunya, batu-batu tersebut seukuran gerobak. Tapi, entah apa penyebabnya, lambat laun mengecil hingga ukuran yang ada sekarang. “Berdasarkan informasi yang saya dapat, Raden Pakpak masih keturunan dengan kerajaan di Garut. Saya sempat ke Garut, ternyata memang di sana ada makamnya juga,” ungkap Supriadi. Di lokasi tersebut, Supriadi menjelaskan, setiap tahunnya sering diadakan acara pengajian dan tradisi sedekah bumi. Namun, seiring adanya pembangunan dan semakin banyaknya penduduk, tradisi tersebut hilang. “Sudah hilang sejak 1990, seiring dengan banyaknya pembebasan lahan,” kata Supriadi. Bahkan, nama Sindangkarsa, kampung yang terdapat di Kelurahan Sukamaju Baru konon katanya berkaitan dengan sejarah Raden Pakpak. “Kampung ini dinamakan Sindang Karsa, Sindang artinya tempat, Karsa itu mampir,” kata Supriadi. Sayang, ketika Radar Depok coba mencari informasi dari sesepuh yang tinggal di sekitar lokasi situs, sudah tidak ada. Akhirnya Ketua LPM Sukamaju Baru, mengajak untuk menemui Ketua RW07, Muhammad Ipung. Di kediamannya, Ipung membenarkan apa yang disampaikan Ketua LPM Sukamaju Baru itu. Petilasan tersebut berdasarkan penuturan orangtua, dulunya memang dijadikan tempat pertemuan dan salat. “Bahkan dari wilayah Pancoranmas juga saat pertemuan datang ke sini. Karena seluruh situs di Depok sebenarnya saling berkaitan,” kata Ipung. Ketika digunakan untuk salat, saat mengambil wudhu, mereka turun ke mata air, di wilayah yang sekarang menjadi RT04/07. Mata air tersebut tidak pernah kering sekali pun musim kemarau. “Ratusan KK (kepala keluarga) memanfaatkan airnya untuk keperluan sehari-hari,” kata Ipung. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X