Anak punk di mata masyarakat banyak yang berstigma negatif, dikenal sebagai pribadi atau sekelompok orang yang menginginkan kebebasan sepenuhnya dan berperilaku buruk. Namun siapa sangka, dengan dandanan khas dan tato di sekujur tubuh mereka itu, masih memiliki rasa empati yang tinggi.
Laporan : Aldy Rama
RADARDEPOK.COM - Sore hari itu, tepatnya di Persimpangan Mampang, Kecamatan Pancoranmas Kota Depok. Awak Radar Depok begiitu tertarik ketika melihat spanduk putih terpampang di atas jembatan sekitar lokasi, bertuliskan rasa empati dengan harapan untuk mengusut tuntas tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, yang menelan ratusan nyawa pendukung Arema FC (Aremania) tersebut usai 40 lebih tanpa keterangan yang jelas.
Saat menggali informasi berdasarkan keterangan warga sekitar, yang menuliskan kata ’40 Hari Tanpa Keadilan, Usut Tuntas Kanjuruhan’ merupakan anak punk sekitar yang kerap kali singgah di lokasi tersebut.
Alas tempat mereka untuk menulis cukup sederhana, beralaskan dari spanduk yang sudah tidak terpakai, kemudian mereka pilox dengan warna hitam. Dengan tegas, mereka meminta keadilan atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang.
Tak jauh dari aspirasi yang tertuang dalam spanduk tersebut, terdapat tiga anak punk yang sedang asyik bercengkrama seraya dtemani kopi, dengan ukulele khas yang biasa mereka gunakan untuk mencari nafkah di jalan.
Di sana, terdapat salah satu anak punk yang membuka suara terkait aspirasi yang mereka buat, Agus (Warga Cibinong) merupakan salah satu kelompok anak punk yang biasa mangkir di Persimpangan Mampang bersama rekan anak punk lainnya dari berbagai wilayah.
“Jelas itu bentuk rasa empati kami, bayangkan jika itu menimpa keluarga kami, saudara, adik, bapak bahkan ibu. Ini adalah tragedi yang menyedihkan, terdapat juga seorang bayi yang meninggal dunia, menurut kami sangat disayangkan jika seorang oknum yang seharusnya mengayomi tetapi tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik,” ucap Agus dengan tegas.
Disela-sela perbincangan, ia juga menjelaskan bahwa anak punk juga memiliki rasa empati maupun simpati. Jangan hanya menilai semata-mata dari penampilannya saja, bahkan mereka ingat kalau tragedi di Stadion Kanjuruhan belum tuntas.
“Kami hanya ingin semua diusut tuntas, ditemukan siapa dalang sebenarnya, jangan lupakan kejadian yang telah memakan banyak korban jiwa,” demikian Agus. (*)
Editor : Ricky Juliansyah