Dr. Untung Yuwono menyebutkan, ketika ahli bahasa diminta untuk menerjemahkan bukti dalam sebuah kasus, ia harus menunjukkan penguasaannya sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
“Linguistik forensik adalah linguistik yang melihat akar suatu permasalahan yang berhubungan dengan hukum. Ketika kita menerjemahkan, apalagi penerjemah tersumpah, itu artinya harus bisa menunjukkan penguasaannya karena jika salah tentu akan menjadi masalah juga di hukum,” kata Dr. Untung.
Ia menyebut bahwa lingkup linguistik forensik tidak hanya terbatas pada kasus-kasus di media digital, tetapi lebih luas lagi.
Linguistik forensik bahkan masuk ke dunia akademik, seperti isu plagiarisme.
“Mesin-mesin pengecekan plagiarisme belum tentu menggambarkan tindak plagiarisme hanya karena uji kemiripannya tinggi, sehingga perlu dilakukan pengecekan ulang oleh ahli Bahasa,” terangnya.
Dr. Untung mengatakan, kegiatan tersebut akan terus dilanjutkan dengan tujuan untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat, khususnya kepada para profesional.
“Kita juga bisa kembangkan kegiatan ini dengan program lain, misalnya kerja sama antar-universitas terkait linguistik forensik, seminar, serta sertifikasi bagi pegiat linguistik forensik, terutama dalam saksi ahli bahasa,” pungkasnya. ***