“Jika jawaban dari seluruh pertanyaan selalu tersedia di ujung jari mereka, mereka merasa tidak perlu berpikir sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa meminta ChatGPT untuk menuliskan esai untuk mereka, hal itu tidak hanya membuat kurangnya pemikiran asli, tetapi juga merupakan bentuk plagiarisme,” ujar Prof. Wisnu.
Melihat sisi terang dan gelap dari penggunaan ChatGPT, Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, Dr. Fuad Gani menyebutkan perlunya bersikap bijak dalam memanfaatkan ChatGPT.
Perguruan tinggi tidak dapat lepas dari persaingan masa depan, terutama dalam hal teknologinya, sehingga harus tetap berusaha untuk menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan masa depan.
“Perguruan Tinggi sebaiknya menerima bahwa AI sedang dan akan terus digunakan. Alat AI akan terus berkembang dan menjadi semakin penting dalam berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi perlu mengeluarkan pedoman yang lentur dan luas karena teknologi AI akan terus berkembang dengan cepat,” ungkapnya.
Pada webinar tersebut, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Dr. (H.C.) Noni Purnomo dan Anggota Senat Akademik, Prof. Dr.-Ing. Kalamullah Ramli juga hadir untuk memberi tanggapan.
MWA menyampaikan dorongannya atas pemanfaatan teknologi AI sebagai enabler untuk kemaslahatan human being.
Sementara itu, SA UI menyadari perannya sesuai dengan Statuta UI dalam pengawasan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, termasuk dampak penggunaan ChatGPT.
Oleh karena itu, disarankan untuk merumuskan regulasi tingkat universitas terkait penegakan etika pemanfaatan teknologi AI.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, juga menekankan bahwa fenomena dua sisi mata uang teknologi serta fenomena paralel ChatGPT harus dimanfaatkan dengan hati-hati dan bijak.
Webinar yang diselenggarakan Komite I dan Komite V DGB UI dan dimoderatori oleh Guru Besar FIB UI, Prof. Dr. Bambang Wibawarta ini juga memberikan catatan terkait regulasi tingkat Undang Undang (UU) sebagaimana telah diberlakukan di beberapa negara.
Hal tersebut perlu juga didalami kaitannya dengan UU yang sudah ada, termasuk UU tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Catatan-catatan tersebut dirangkum oleh Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto dari FISIP UI dan Prof. Dr. dr. A. Fauzi Kamal dari Fakultas Kedokteran UI. ***