RADARDEPOK.COM-Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Tapos, Kota Depok, mulai menerapkan pengolahan sampah mandiri berbasis budidaya maggot di lingkungan RW 20.
Upaya itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari musyawarah warga yang bertujuan untuk mengurangi beban pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, yang kini dalam kondisi kelebihan kapasitas.
Lurah Cilangkap, Galih Catur Prasatya menjelaskan, kegiatan tersebut merupakan inisiatif warga dan pemerintah kelurahan dalam menekan volume sampah yang dibuang ke TPS Cipaung.
“Pengolahan sampah dilakukan secara terpilah, dimulai dari pemisahan sampah organik, anorganik, dan bahan berbahaya dan beracun (B3). Setelah terpilah nanti ada treatment khusus supaya sampah itu tidak menjadi bau, kemudian masuk ke tahapan pemberian pakan maggot dari sampah organik,” jelas Galih kepada Radar Depok, Sabtu (21/6).
Baca Juga: Pembangunan Turap di RW 13 Cilangkap Depok Dinilai Bisa Tangkal Banjir Langganan, Segini Panjangnya!
Sementara itu, lanjut Galih, sampah anorganik diproses menggunakan incinerator yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Depok. Dalam uji coba, sebanyak 800 kilogram sampah anorganik dapat dimusnahkan dalam waktu sekitar dua jam.
“Saya berharap Kelurahan Cilangkap ke depan tidak lagi menyetor sampah ke TPA Cipayung. Kita mulai dari RW 20 dulu. Ini bagian dari upaya kita mendukung program Bapak Wali Kota, mengingat kondisi TPA yang sudah overkapasitas dan lahannya terbatas,” kata Galih.
Galih berharap keberhasilan RW 20 bisa menjadi percontohan bagi RW lainnya di Kelurahan Cilangkap, bahkan bisa ditiru kelurahan tetangga.
“Syukur-syukur bisa ditiru se Kota Depok. Ini bagian dari upaya kita mendukung program wali kota dalam mengatasi permasalahan sampah,” harap Galih.
Sementara itu, Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Karya Mandiri, Luki menuturkan, inisiatif pengolahan sampah mandiri sudah dirintis sejak tahun 2022. Adapun budidaya maggot mulai dijalankan sejak Mei 2025.
“Tiga hari kemarin kita uji coba pengumpulan sampah dari tiga RT. Hasilnya, dalam dua hari, sekitar satu ton sampah bisa kita olah habis di sini, sementara maggot bisa mengonsumsi hingga 50 kilogram sampah organik per hari,” kata Luki.
Luki menjelaskan, bantuan incinerator sudah didapatinya sejak lama dari Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, namun untuk pengembangan tungku pembakaran yang cukup memakan banyak biaya dibantu pihak swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
“Kita mendapatkan incenerator dari Pemkot, tapi kita kembangkan untuk tungkunya ini dari hasil CSR dari Coca-Cola, dari Karabha, karena pembuatan biaya tungku agak mahal, jadi berproses. ketika ada maggot ya sekalian deh kita bisa bantu tenaga dari adanya program maggot untuk ngerjain tungk," tandas Luki. ***