RADARDEPOK.COM-Upacara khidmat, penghargaan guru dan karyawan, hingga parade seni dan lomba seru guru vs siswa menjadi rangkaian SMP Negeri 26 Depok dalam melaksanakan Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025.
Laporan : Andika Eka Maulana
Di lapangan SMPN 26 Depok, yang terletak di Jalan Mangga, Kelurahan/Kecamatan Beji, deretan siswa memakai pakaian batik rapi dan beberapa mengenakan baju adat dari berbagai daerah menghadap tiang bendera.
Sementara para guru dan karyawan mengambil posisi di barisan kehormatan dengan mengenakan seragam kebanggaanya. Yakni, Batik PGRI, yang sekaligus menjadi petugas upacara dalam peringatan HGN 2025 di SMPN 26 Depok.
Selasa itu bukan pagi biasa. Di sekolah yang dikenal dengan julukan “Dua Enam”, HGN 2025 diperingati bukan sekadar seremonial, melainkan sebuah ungkapan cinta yang lahir dari hati.
Upacara bendera menjadi pembuka perayaan. Sunyi, tapi penuh makna. Di tengah barisan, Kepala SMPN 26 Depok, Ahmad Sujai, berdiri dengan ekspresi tenang. Dalam amanatnya, suaranya terdengar tegas namun lembut, mencerminkan rasa hormat yang mendalam kepada para guru.
Baca Juga: KLH dan BMKG Teken MoU, Hanif Targetkan PPLH Rampung 2026
“Guru bukan hanya sekadar pengajar, namun juga pembimbing, motivator, dan teladan. Mereka menanamkan bukan hanya ilmu, tetapi juga nilai-nilai kehidupan yang membentuk pribadi siswa menjadi lebih kuat dan berakhlak mulia,” ucapnya.
Kata-kata itu menggantung di udara, meresap ke dalam hati para siswa. Beberapa guru terlihat menahan haru, sementara siswa-siswi menyimaknya dengan penuh kesadaran. Di sinilah makna Hari Guru terasa hidup, bukan dalam kemegahan acara, tetapi dalam rasa saling menghargai.
Setelah upacara, suasana berubah menjadi lebih hangat. Sekolah memberikan penghargaan khusus bagi guru dan tenaga kependidikan dalam berbagai kategori, Guru Terinovatif, Guru Terfavorit, Guru Teramar, Guru Tertapi, Staff Terapi, hingga Karyawan Teramah.
Baca Juga: Limbah Kayu Jadi Berkah, Kerajinan Kayu Lokal Cianjur Go Internasional Berkat Pemberdayaan BRI
“Ini bukan sekadar gelar, tetapi apresiasi atas dedikasi yang selama ini sering luput dari sorotan,” ungkap dia.
Tepukan tangan riuh menggema ketika satu per satu nama dipanggil ke depan. Senyum bangga mengembang di wajah mereka. Ada kisah panjang di balik setiap penghargaan, tentang kesabaran, ketekunan, dan cinta pada profesi yang dijalani.
Tak berhenti di situ. Lapangan sekolah berubah menjadi panggung seni. Parade seni siswa dan guru pun dimulai—tarian tradisional, vokal grup, puisi, hingga penampilan kolaboratif antara guru dan siswa yang membuat suasana penuh kehangatan. Saat seorang guru ikut menari bersama murid-muridnya, batas antara “mengajar” dan “belajar” seakan melebur menjadi satu.