metropolis

Soal HIV di Depok, Female Plus Dorong Lintas Sektor Hilangkan Stigma

Rabu, 21 Juni 2023 | 09:20 WIB
KOMPAK : LSM, komunitas dan lintas sektor penanggulangan HIV/AIDS saat menunjukan kekompakannya dalam diskusi yang diadakan Female Plus di Hotel Santika, Jalan Margonda Raya, Kecamatan Beji, Selasa (20/6). (GERARD SOEHARLY/RADAR DEPOK)

RADARDEPOK.COM - Sejumlah komunitas serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyoroti beberapa hal menyoal tindak lanjut penanggulangan HIV/AIDS di Kota Depok. Salah satunya, terkait diskriminasi dan stigma.

Baca Juga: BCL dan Reza Rahadian Kembali Disatukan, Pasutri Gaje jadi Film Terbaru Mereka

Hal itu disampaikan Advocacy Officer LSM Feminim Mandiri Lestari atau Female Plus, Ayi Suherman, dalam diskusi lintas sektor yang diadakan di Hotel Santika, Jalan Margonda Raya, Kecamatan Beji, Selasa (20/6).

"Rencana tindak lanjutnya, LSM akan melaporkan data yang lebih detail soal data populasi kunci kasus HIV per kecamatan ke KPA sebagai bahan untuk mendorong WPA dan tokoh masyarakat untuk memberikan edukasi dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi," ungkap Ayi Suherman kepada Radar Depok.

Baca Juga: Keutamaan Puasa Dzulhijjah, Berikut Ini Bacaan Niatnya

Ayi Suherman menerangkan, pihaknya bersama sejumlah komunitas dan LSM lainnya mendorong Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok untuk mensosialisasikan Community Based Screening (CBS) dan tes mandiri lewat air liur atau Oral Fluid Test (OFT).

"Kami meminta agar Dinkes melakukan evaluasi tentang pelayanan PTRM tentang konseling adiksi. Selain itu, Dinkes memfasiltasi adanya keterlibatan relawan dari komunitas dalam memberikan konseling," tutur Ayi Suherman.

Baca Juga: Marko Simic Kembali ke Persija Jakarta, Siap Arungi Liga 1 2023-2024

Menurut Ayi Suherman, diksusi lintas sektor berangkat dari meluasnya stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak orang dengan HIV dan AIDS serta orang dengan TB dan populasi kunci.

"Diatas tantangan ketersediaan dan aksesibilitas layanan yang ada, undang-undang dan kebijakan hukuman yang relevan dengan HIV dan TB juga ada di legislasi nasional dan lokal. Dan penolakan, pengucilan dan pelanggaran hak dalam konteks keluarga, kehidupan sosial, pendidikan, dan tempat kerja menghalangi orang dengan HIV dan AIDS, orang dengan TB dan populasi kunci dari layanan yang efektif dan berkualitas baik," papar Ayi Suherman.

Baca Juga: Pemkot Bekasi Edukasi Penanganan Hewan Kurban, Persiapan Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah

Lebih lanjut, jelas Ayi Suherman, epidemi HIV di Indonesia sangat berkaitan dengan kerentanan pada kelompok-kelompok tertentu. Utamanya, kelompok pengguna Napza jarum suntik, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, transgender perempuan, dan pekerja seks.

"Kelompok dengan kerentanan tinggi terhadap HIV ini dikenal dengan istilah kelompok populasi kunci," beber Ayi Suherman.

Baca Juga: 66 Anak Ikut Sunatan Massal Polres Metro Depok

Selain itu, ungkap dia, persoalan yang belum tuntas adalah tingginya stigma dan diskriminasi terhadap Orang yang Hidup dengan HIV (ODHIV). Diskriminasi ini dapat ditemukan secara marak pada kehidupan privat maupun publik, terutama sekali pada pelayanan untuk populasi kunci tersebut.

Halaman:

Tags

Terkini