metropolis

Keberlangsungan Vihara Gayatri di Kota Depok (1) : Berusia 35 Tahun, Bernuansa Pluralisme

Selasa, 27 September 2022 | 00:12 WIB
SEMBAYANG : Pengurus Vihara Gayatri, Wira ketika melakukan sembayang pada salah satu dewa di vihara tersebut. GERARD SOEHARLY/RADAR DEPOK

Mungkin nama Vihara Gayatri yang terletak di Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Tapos sudah tidak asing lagi ditelinga masyrakat Kota Depok. Berdiri sekitar Tahun 1987, vihara itu telah berevolusi menjadi sebuah klenteng.


Laporan : Gerard Soeharly


RADARDEPOK.COM, Matahari sore ini bergegas pulang ke ufuk barat, dedaunan dari pohon besar di halaman depan Vihara Gayatri mulai berguguran disambut wewangian dupa dan hio.


Dari kejauhan, dominasi warna merah yang melambangkan kebahagiaan telah menyambut penuh kehangatan. Nyala lilin berukuran kecil hingga besar yang juga berwarna merah turut menyapa.


Perlahan-lahan tapak kaki Pengurus Vihara Gayatri, Wira mulai memasuki halaman depan. Angin sepoi-sepoi sedikit mengacak rambut hitamnya. Ternyata, pria berpostur tinggi itu merupakan anak mantu dari Pemilik Vihara Gayatri, Linawati.


Awalnya, Linawati mendirikan Vihara tersebut pada lahan seluas 2.000 meter persegi. Namun siapa sangka, lambat laun Vihara Gayatri telah berevolusi menjadi klenteng. Luasnya kini mencapai tiga hektar.


Ada perbedaan yang samar-samar terlihat, Vihara adakah tempat ibadah bagi penganut agama Agama Budha yang mempercayai Sidharta Gautama sebagai dewanya. Sementara, Klenteng adalah tempat ibadah tiga agama yang tergabung dalam Tri Dharma, ketiganya yakni Budha, Konghucu dan Tawismo.


Dibangun sekitar 1987, Vihara Gayatri menyimpan banyak cerita dibaliknya. Salah satunya, perjalanan spritual sang pemilik.


"Usai Klenteng ini sekitar 35 tahun, jadi ibu mertua saya itu punya talenta atau kemampuan spritual makanya dibangunlah tempat ini," ujar Wira kepada Radar Depok, Senin (26/9).


Menariknya, meski dibangun untuk tempat ibadah tiga agama, Klenteng ini mendapatkan perhatian tersendiri dari pemeluk agama lain. Pasalnya Klenteng ini, memiliki konsep yang menjunjung tinggi pluralisme.


"Jadi yang kesini gak cuma yang agama Budha aja, kadang yang muslim, ada juga yang kristen. Karena, tempat itu juga dapat menjadi tempat wisata bagi warga setempat," terangnya.


Lahan yang luas itu telah dipadati oleh sejumlah spot menarik yang dapat dinikmati masyarakat umum. Misalnya, tempat persembayangan, permandian, kantin dengan nuansa alami hingga pemandangan lainnya.


Dari sebelah kiri halaman depan ada sebuah pohon raksasa yang juga dijadikan spot untuk sembayang. Geser sedikit kedalam area Klenteng, ada Dewa Toti Pakung atau dewa bumi. Sesuai dengan namanya, objek untuk menaruh dewa itu ada dilantai.


Yang menjadi ciri khas Klenteng ini adalah Dewa Ma Kuan Im. Menururt Wira, setiap Klenteng memiliki satu dewa yang diyakini menjaga tempat tersebut. Namun, masing-masing Klenteng itu juga boleh saja membuat tempat untuk dewa lainnya.

Halaman:

Tags

Terkini