Pesantren Sirrajussa'adah, Depok, merupakan satu-satunya pesantren yang memperkerjakan santrinya untuk memproduksi tempe, yang dijual kepada masyarakat, dengan keunggulan tempe yang mereka miliki.
Laporan : Herdyan Anugrah
RADARDEPOK.COM, Terdengar suara mesin berbunyi. Hamparan kedelai sedang dikeringkan menggunakan kipas angin yang cukup besar. Di ruangan tersebut tempe santri diproduksi.
Di salah satu bangunan paling belakang, terdapat sebuah gubuk cukup besar, terlihat baju sedang digantung, kondisinya yang cukup berantakan, namun begitu asri saat mereka sedang tertidur dan melepas penat. Tempat itu dipakai untuk beristirahat para pekerja pembuat tempe santri.
Sambil bekerja, Samsul kembali bercerita bagaimana produksi tempe santri di Pesantren Sirrajussa'adah, dia menceritakan secara runtut, dimulai dari proses perendamannya. Kedelai dicuci semalaman, untuk menghilangkan kotoran, dan najis menggunakan air dingin.
Kemudian saat pagi hari, direndam menggunakan air panas, untuk memisahkan kedelai dan kulitnya. Lalu kedelai dicuci lima hingga enam kali, lalu direbus hingga lunak, dan didinginkan menggunakan kipas angin, lalu terakhir masuk ke proses pengemasan.
"Setelah semua proses itu, kita proses fermentasi, tempenya didiamkan di rak-rak yang sudah ada, kemudian kita tata dan dibentuk sesuai keinginan, lalu kita biarkan selama dua hari, jadi dari proses awal sampai tempenya dijual kira-kira lima hari," ujar Samsul.
Tiap harinya, tempe santri bisa diproduksi hingaa 700 bungkus, yang dijual dengan harga Rp 5.000 per bungkus. Menggunakan bahan baku 160 Kg kedelai per hari, dengan melihat kondisi pasar. Bahan baku kedelai tersebut diambil dari Cikarang.
Di masa pandemi Covid-19, penjualan tempe santri bisa dibilang cukup baik, karena masyarakat sudah mulai mengenal produk tersebut, dan menggunakan kedelai yang berkualitas, sehingga banyak pesanan pada saat pandemi.
"Karena masyarakat sudah cocok, sama tempe yang kami buat, Alhamdulillah selama masa pandemi, kita tetap produksi, walaupun awalnya memang agak menemukan kesulitan, tapi kita bisa mengatasinya," ungkap dia.
Samsul mengatakan, tempe santri ini mempunyai keunggulan dibanding tempe yang biasa dipasarkan, yaitu menggunakan kedelai yang premium, dan saat proses pembuatannya seluruh tempe dipastikan higienis.
"Jadi tempe itu bisa dimakan mentah, karena kita menjamin kebersihannya terjaga, biasanya Kiai juga makan tempe mentah itu bersama madu, dokter pun juga menyarankan untuk kesehatan," ungkap dia.
Sambil berjalan, menunjukan bagaiman proses pembuatan tempe, Samsul mengatakan tempe santri bisa meraih omset perbulannya sekitar Rp60 juta sampai Rp70 juta.
Kendala yang dihadapi selama proses produksi, adalah kondisi tempe yang sangat rentan, karena tidak boleh terlalu dingin dan panas untuk proses fermentasinya.