Senin, 22 Desember 2025

Tak Bercita-cita menjadi Pewarta Berita, Malah jadi Jurnalis Media Jepang

- Jumat, 10 September 2021 | 20:47 WIB

Disamping menjadi Relawan Ketuk Hati yang peduli terhadap pasien kanker dan tumor (onkologi) dan mendirikan sekolah dadakan bagi anak-anak bilangan Pedongkelan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Merliyani Pertiwi punya jejak karya di berbagai kanal baik media nasional sampai mancanegara.


Laporan : Daffa Andarifka Syaifullah


RADARDEPOK.COM, Perempuan 34 tahun ini sudah enam tahun bermukim di wilayah Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Saat sedang bosan, dia mengisi waktu luangnya dengan membaca, menulis, bernyanyi, sampai menonton drama Korea.


Mengenyam pendidikan di Kampus Tercinta, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta Jurusan Jurnalistik selama empat tahun sejak 2005, Eiy sapaanya, sembari mengenyam pendidikan di bangku kuliah, menyempatkan diri mengambil pengalaman sebagai freelancer jurnalis sekitar 2007.


"Dulu kuliah udah freelance jurnalis tahun 2007-an. Sewaktu magang juga pernah di media cetak dan di TV sistemnya paid (dibayar)," terang Merliyani Pertiwi.


Sebelum lulus kuliah sekitar 2009, dia dinobatkan sebagai jurnalis tetap di salah satu media cetak bertemakan olahraga, bertanggung jawab memegang desk Olympic Sport. Menjalani pengalaman selama 1,5 tahun disana.


Dari olahraga, Eiy berpindah ke media Majalah Bisnis Ekonomi selama 2,5 tahun. Selain di media, sempat banting setir sebagai Marketing Communication di salah satu produsen kasur. Tiga tahun lamanya. "Terus lanjut pindah lagi, bergabung di lokal Public Relation (PR) Agency 1,5 tahun," bebernya.


Merasakan menjadi jurnalis di beberapa media nasional, sejak lima tahun lalu, dia aktif menjadi jurnalis di salah satu perusahaan media dari negeri matahari terbit atau Jepang. Menulis artikel berita dengan bahasa asal sana.


"Terakhir sekarang ini di media Jepang udah 5 tahun jalan. Kalau deadline berita biasanya jam 5 sore mengikuti waktu kantor pusat di Jepang," tuturnya.


Menjadi seorang pewarta berita sebetulnya bukanlah cita-citanya. Malahan, sejak di bangku sekolah, wanita yang kini berhijab tertarik kepada ilmu Hukum Tata Negara, dan sempat terkendala izin kedua orang tua.


"Tapi orang tua kurang setuju kalau ambil Hukum, entah apa alasannya. Waktu itu syaratnya harus di kampus negeri. Luluslah dulu di Unand, Padang. Kebetulan Bapak jg asli Padang, akhirnya setuju. Sudah urus semuanya, persiapan barang-barang sudah, tiket pesawat jg sudah, bahkan sudah bayar kosan, eh gagal berangkat karena tiba-tiba Alm nenek dan kakek berat jauh dari cucu kesayangannya," katanya.


Manut terhadap permintaan kakek dan neneknya, sempat membuat dirinya tak mau lanjut kuliah. Tetapi, sang kakak membujuk Eiy yang hobi jalan-jalan dan menulis sejak kecil untuk melihat kampus IISIP Jakarta jurusan jurnalistik.


"Orang tua setuju karena memang saya basicnya suka nulis dan jalan-jalan, dulu kelas 6 SD buat cerpen naik di Majalah Bobo. Buat Puisi jg pernah naik di Majalah Bobo. Tapi gak kepikiran mau jadi jurnalis.


Ya sudah, daftar kampus dan ambil jurusan Jurnalistik deh waktu itu dan konsentrasinya lebih tertarik ke TV. Tapi, setiap ngelamar kerja di TV (yg juga punya media cetak), saya pasti di arahinnya ke media cetaknya, katanya kemampuannya di cetak lebih besar," terangnya.


Dia membagikan salah satu pengalaman liputan tak terlupakan. Kala itu, dirinya ditugaskan untuk meliput restoran makanan ternama untuk indepth interview jadi one-on-one.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X