Saat berada di titik nadir, kuasa Tuhan berbicara. Dia bertemu dengan mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Ia ditawarkan untuk masuk ke Sekolah Master, guna melanjutkan pendidikan. Bisa menetap juga di sekolah. Tak serta merta ia terima. Kadung sudah betah di jalan, Julpan pilih menolak.
“saat itu saya masih belum siap dan ingin bersenang ria di jalanan,” ujarnya.
Setelah dia menyadari bahwa ia harus berhenti dari kehidupan jalanan. Tawaran itu ia tagih kembali. Bak gayung bersambut, sejak 2015 Julpan menjadi bagian di Sekolah Master. Berlajar dan menjaga parkir. Kehidupan baru yang ia syukuri.
Dia mulai bersekolah sejak Sekolah Dasar (SD) sampai tamat Sekolah Menengah Atas (SMA). Setelah itu ia mencoba mengajar di Sekolah Master. Tidak berjalan mulus. Sejumlah orang tua murid menolak anaknya diajar oleh Julpan, lantaran melihat latar belakangnya yang lama di jalan.
Bukannya menyerah, Julpan terus melaju. Perlahan memperbaiki diri, ia pun akhirnya dipercaya mengajar. “Adanya Sekolah Master saya bisa mengubah hidup jadi lebih baik. Bisa menikmati fasilitas pembelajaran pendidiikan gratis dan tempat tinggal gratis,” ucapnya.
Kini, Julpan sedang menikmati hidup tenang. Kenyamanan yang selama ini ia cari. Di Jalan tak dapat ditemuinya. Banyak tawaran pekerjaan, tapi ia memilih mengabdikan diri di sekolah.
“Semoga Sekolah Master bisa lebih dipandang oleh pemerintah dan fasilitas dapat ditingkatkan lagi,” pungkasnya. (*)
Editor : Junior Williandro
