RADARDEPOK.COM – Kehidupan kota memang membuat jenuh, hiruk-pikuk kemacetan dan polusi udara yang selalu melayang-layang di oksigen yang kita hirup. Maka dari itu, kecintaan Deni Khaidir terhadap tanaman dia salurkan ke selada hidroponik.
Laporan : Audie Salsabila Hariyadi
Sang mentari memang semangat benderang di Depok. Hawa yang kering menyuntik kulit para mahluk hidup. Lingkungan sekolah Setia Negara di Jalan Raya Sawangan Nomor 23, Depok, Kecamatan Pancoran Mas, padat dikarenakan sibuknya kehidupan sekolah yang bersemi. Memasuki halaman sekolah, terdapat Kepala Sekolah SMP Setia Negara, Deni Khaidir, sedang merawat kesayangannya, selada hidroponik.
Deni merawat selada hidroponik ini layaknya anak sendiri. Bagaimana tidak, dia belajar cara pembudidayaannya secara otodidak. Kecanggihan zaman sekarang yang bisa belajar dari berbagai sumber menjadi kesempatan yang tidak akan terlewatkan olehnya. Dengan ketekunannya itu, ia berhasil sampai sejauh ini.
“Dapat pengetahuan dari otodidak. Lihat-lihat sumber dari YouTube, di majalah Trubus. Saya mah, bukan orang pertanian, tapi pendidikan. Saya ga nyangka kalau hasilnya sekeren ini. Sampai semua sekolah yang ada di depok pada ngontak saya. Karena saya telaten, saya pelajari pelan-pelan, alhamdulillah ketemu. Saya ngeracik sendiri nutrisinya, saya ngeracik sendiri pupuknya,” ucapnya sembari mengangkat selada berumur lima hari, Rabu (2/11).
Latar belakang inovasi tersebut dikarenakan dia berasal dari desa yang kental akan perkebunan, pepohonan, hawa dingin, dan pemandangan yang serba hijau. Idenya yang muncul bagai pesawat jet, membuat dia mencoba untuk berkebun di kota penghasil belimbing ini.
“Inisiatif bikin karena ingin coba karena backgroundn saya dari kampung. Saya pengen nyoba apakah pertanian di kota bisa di aplikasikan, ternyata bisa. Manen sayuran di lahan yang bukan tanah. Kita bisa nanem di air,” ucapnya dengan sumringah.
Selain itu, cara penanamannya yang mudah, hanya berbekal dengan air, pipa, bibit, nutrisi, dan atap plastik. Deni meyakinkan bahwa selada hidroponik ini 100% alami tanpa pestisida. Maka dari itu, selada yang dihasilkan memiliki rasa sedikit manis. Dengan biaya dari swadaya sekolah, tentu saja ini adalah cocok tanam yang sukses.
Pertama kali percobaan, panen yang dihasilkan dalam waktu 42 hari ini, dibagikan kepada warga dalam dan luar sekitar sekolah. Deni mengatakan, warga sekitar senang dan mendapatkan respon positif terhadap inovasinya tersebut.
“Ini sudah ke-5 kali panen. Selada yang sudah panen dikonsumsi oleh warga sekolah. Dibagi-bagikan. Tapi sebagian ada juga dijual ke orang tua siswa yang kebetulan ngambil rapot. Itu tuh, dipasarkan di halaman sekolah. Alhamdulillah para orang tua antusias,” tuturnya lagi.
Percakapan ini diakhiri dengan harapan Deni terhadap kelanjutan selada hidroponik ini. Respon positif dari orang tua/wali murid, sekolah-sekolah tetangga, hingga Kementerian Pertanian yang ingin memberikan lahan sebesar 3 ha, membuat ia berandai-andai bisa menambah perkebunannya dengn bermacam-macam sayuran dan pengolahan dari hasil panen tersebut.
“Rencananya saya mau kembangin di lantai atap, paling atas. Pengennya saya hijaukan semua atap gedung ini tuh. Terus juga mau nanem selada ungu, kol, dan kangkung. Mau banget tuh ya, anak-anak jualan dari olahan sayuran ini, yang gampang-gampang aja. Misal, indomie, burger, dan semacamnya,” tungkasnya. (*/rd)
Jurnalis : Audie Salsabila Hariyadi
Editor : Indra Siregar