RADARDEPOK.COM - Pendidikan yang adil dan merata adalah amanat konstitusi serta menjadi fondasi utama dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 secara tegas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, makna pendidikan yang berkeadilan tidak hanya terbatas pada penyediaan akses atau ketersediaan fasilitas semata. Lebih dari itu, keadilan juga harus menyentuh aspek bagaimana peserta didik dinilai, bagaimana capaian mereka diukur, dan bagaimana pengakuan atas hasil belajar diberikan secara setara.
Dalam konteks ini, kehadiran Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 9 Tahun 2025 menjadi terobosan penting dalam sistem pendidikan nasional. Peraturan ini menjadi instrumen legal yang tidak hanya menegaskan arah kebijakan Kemendikdasmen dalam menjamin mutu pendidikan, tetapi juga memperkenalkan paradigma baru dalam sistem evaluasi pembelajaran yang lebih objektif, terstandar, dan inklusif.
TKA dirancang untuk menjawab tantangan besar yang dihadapi sistem pendidikan saat ini, yakni perlunya penilaian yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan. Banyak sistem evaluasi konvensional yang masih belum mampu mengakomodasi keberagaman kondisi siswa serta variasi jalur pendidikan yang mereka tempuh. Oleh sebab itu, TKA hadir untuk mengisi ruang tersebut menyediakan satu sistem evaluasi yang dapat digunakan oleh semua peserta didik, baik dari jalur formal, nonformal, maupun informal.
TKA memberikan kesempatan yang sama bagi siswa dari berbagai jenjang dan jalur pendidikan, termasuk SD, SMP, SMA/SMK, hingga peserta didik dari program Paket A, B, dan C. Bahkan siswa dari jalur pendidikan informal pun dapat mengikuti TKA. Artinya, pemerintah mengakui bahwa proses pendidikan tidak hanya terjadi di ruang kelas formal, melainkan juga melalui jalur-jalur alternatif yang sah dan produktif. Dengan begitu, negara hadir secara nyata dalam memberi pengakuan setara terhadap semua bentuk pembelajaran yang dijalani oleh anak bangsa.
Lebih dari sekadar alat ukur, TKA juga memiliki peran strategis dalam mendukung berbagai kebijakan pendidikan nasional. Nilai hasil TKA digunakan sebagai dasar seleksi penerimaan peserta didik baru melalui jalur prestasi pada jenjang SMP hingga SMA/SMK. Dengan sistem ini, seleksi masuk sekolah menjadi lebih objektif dan tidak semata-mata didasarkan pada nilai rapor atau rekomendasi sekolah asal yang cenderung variatif.
Selain itu, TKA juga dijadikan pertimbangan dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur prestasi. Hal ini menjadi sangat penting karena membuka peluang lebih luas bagi peserta didik dari seluruh daerah—termasuk dari sekolah-sekolah pinggiran atau pelosok untuk mendapatkan akses ke pendidikan tinggi tanpa harus bersaing secara tidak seimbang dengan siswa dari sekolah unggulan di kota besar.
TKA juga mendukung penyetaraan hasil belajar bagi peserta didik dari jalur nonformal dan informal. Peserta yang mengikuti TKA dan dinyatakan memenuhi kriteria akan mendapatkan sertifikat hasil TKA yang sah secara nasional. Sertifikat ini berfungsi sebagai bukti sah kompetensi akademik yang telah dicapai, sehingga bisa digunakan dalam berbagai keperluan akademik dan administratif. Ini adalah langkah nyata dalam memperkuat inklusi sosial di sektor pendidikan.
Satu hal yang tidak kalah penting adalah bahwa implementasi TKA menjadi katalisator percepatan digitalisasi pendidikan nasional. Penyelenggaraan TKA berbasis sistem digital dan berbasis data menjadi bukti bahwa Indonesia mulai memasuki era baru dalam sistem asesmen pendidikan. Evaluasi tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab guru secara individual, tetapi menjadi sistem nasional yang terintegrasi, transparan, dan dapat diaudit hasilnya oleh semua pihak.
Melalui TKA, pemerintah dapat mengelola data capaian akademik siswa secara nasional dengan lebih terukur dan akurat. Data ini menjadi modal penting dalam menyusun kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain itu, data ini juga penting untuk mengevaluasi efektivitas kurikulum, kualitas guru, hingga kebutuhan peningkatan fasilitas pendidikan di daerah-daerah tertentu.
Namun demikian, keberhasilan TKA tidak bisa dilepaskan dari kolaborasi para pemangku kepentingan pendidikan. Pemerintah pusat melalui Kemendikdasmen telah menetapkan arah kebijakan dan instrumen legal. Pemerintah daerah, kepala sekolah, guru, orang tua, serta masyarakat luas harus bersama-sama memastikan bahwa pelaksanaan TKA berjalan baik di lapangan. Dibutuhkan sosialisasi yang masif, pelatihan guru dalam memahami standar asesmen, serta kesiapan infrastruktur teknologi di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
Keterlibatan lintas sektor menjadi sangat penting dalam mendukung keberlanjutan dan keberhasilan program ini. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu menjadikan TKA sebagai bagian integral dari sistem perencanaan pendidikan daerah. Perguruan tinggi dan lembaga pendidikan juga dapat berperan aktif dalam melakukan penelitian, pengembangan instrumen, dan evaluasi pelaksanaan TKA di berbagai daerah.
Dari sudut pandang filosofis dan sosiologis, TKA memiliki nilai penting dalam membangun kembali kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan nasional. Ketika proses evaluasi dilakukan secara adil, terstandar, dan inklusif, maka masyarakat akan lebih yakin bahwa pendidikan bukan hanya milik kalangan tertentu, melainkan hak seluruh warga negara. Rasa kepercayaan ini akan mendorong partisipasi yang lebih luas dari masyarakat dalam mendukung pembangunan pendidikan nasional.
Namun, penting juga diingat bahwa pelaksanaan TKA harus tetap mengedepankan prinsip humanistik. Evaluasi yang baik adalah evaluasi yang mendorong perbaikan, memberi umpan balik, dan tidak hanya memberikan label angka atau peringkat. TKA harus dikembangkan sebagai alat refleksi bersama antara siswa, guru, dan institusi pendidikan bukan sebagai alat penekan atau beban psikologis bagi peserta didik.