FOTO: Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Prada MulyoyunandaRADAR DEPOK.COM - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang membahas soal peralihan SMA/SMK ke Pemerintah Provinsi (Pemrov), sudah dipastikan akan dilanjutkan. Hal ini merujuk dari ditolaknya gugatan sejumlah pemerintah daerah soal UU ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menangapi persoalan ini, Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Prada Mulyoyunanda, meminta agar pihak eksekutif dan legislatif di tingkat pusat, dapat duduk bareng guna membahas lebih dalam.
Sebab selama ini, kata dia, segala bentuk aduan oleh masyarakat, selalu dialamatkan ke pemerintah kota atau kabupaten. Padahal jika sesuai UU, mestinya bisa langsung (mengadu) ke provinsi. Kondisi seperti inilah yang mestinya dipahami betul oleh pusat.
“Sesegera mungkin, apabila benar menang di MK, segera dibuat regulasinya. Dibahas seperti apa ?. Sebab kabarnya (gugatan) masih simpang siur di masyarakat,” ujarnya kepada Radar Depok, kemarin.
Untuk itu, pihaknya meminta untuk ada pembahasan ihwal penerapan UU ini, terutama soal pendidikan dan kesehatan. Dengan dasar ini, kata dia, ada banyak sekali yang bisa disesuaikan ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok.
“Intinya harus ada revisi UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah beserta peraturan-peraturan lain yang mengikat,” katanya.
Politikus Demokrat itu hanya ingin meminta kepastian hukum yang jelas. Supaya tugas sebagai pengawas jelas. Mana yang akan diawasi mana yang tidak harus diawasi.
Sebab, ujar dia, proses Peneriman Peserta Didik Baru (PPDB) tiap tahun selalu ramai dan berdampak pada anak. Tak jarang, mereka sampai tak kebagian sekolah negeri. “Kami memnpunyai catatan sekolah. Mana saja yang bermasalah pada saat proses PPDB,” tandasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi D DPRD Kota Depok, Hafid Nasir, berjanji bila pihaknya akan mengevaluasi PPDB Kota Depok tahun depan. Alasannya, karena proses ini acapkali masih ditemukan keluhan warga.
“Contohnya ada yang mengaku tidak punya surat keterangan miskin tapi miskin. Padahal kita sudah punya data base satu pintu untuk warga tak mampu,” katanya.
Dengan data tersebut, jelas dia, maka hanya yang tertera saja yang bisa masuk melalui jalur afirmasi. Sehingga tidak serta merta semua yang tidak mampu bisa masuk ke sekolah negeri.
“Ini karena juga terbatas daya tampung. Kuota siswa tidak mampu diatur dalam Undang-Undang yakni sebesar 20 persen,” katanya.
Dalam waktu dekat ini, sambung dia, pihaknya akan meminta waktu Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat terkait evaluasi pelaksanaan PPDB SMA/SMK.
Sedangkan untuk tingkat SMP dan SD juga akan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Depok. “Salah satu yang akan dibahas adalah sistem zonasi yang tahun ini diberlakukan pemerintah pusat. Sistem zonasi ini bagus untuk penyebaran siswa agar tidak kumpul di satu tempat,” ucapnya.
Politikus PKS ini, juga mendorong Pemerintah Kota Depok agar segera membangun sekolah-sekolah negeri, mengingat daya tampung yang tidak mencukupi.
“Tahun ini ada tiga SMP baru yang dibangun yakni SMPN 22 di Cinere, SMPN 25 dan SMPN 26. Sedangkan tahun depan rencana mau bangun tiga SMP lagi yakni SMPN 21, SMPN 23 dan SMPN 24. Lokasi nya untuk SMPN 21 di Leuwinanggung sedangkan SMPN 23 dan 24 di Beji,” ungkapnya.
Dia menuturkan untuk tahun depan diharapkan, tidak akan ada lagi sekolah filial atau sekolah pagi dan siang. Ia mengungkapkan pada zaman era Dinas Pendidikan yang terdahulu adanya kelas filial karena pemerintah melihat animo orangtua yang tinggi ingin sekolahkan anaknya di negeri tapi tidak tertampung.
“Akhirnya ketika itu dibuka kelas filial. Padahal itu tidak efektif dalam belajar. Saat ini kami ingin tuntaskan sekolah-sekolah yang menumpang agar segera bangun sehingga tidak ada konsep filial, nggak ada sekolah pagi dan siang,” paparnya. (irw)